Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad resmi mengesahkan Upah Minimum Kota (UMK) Batam untuk tahun 2022 sebesar Rp4.186.359 pada, Rabu, 1 Desember 2021 kemarin. Besaran, UMK 2022 untuk Batam yang ditetapkan gubernur sesuai dengan rekomendasi dari Pemerintah Kota (Pemko) Batam, dan mengalami kenaikan sebesar Rp 35.429 (0,85 persen).
“Bagi kabupaten/kota lain di luar Batam, keputusan sudah ditandatangani pada 30 November. Batam sedikit lebih lamban, dan baru ditandatangani tadi malam,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Propvinsi Kepri, Mangara Simarmata, Kamis, 2 Desember 2021 melalui sambungan telepon.
Sempat tertundanya penetapan UMK bagi Kota Batam dikarenakan permasalahan komunikasi antara pihak Pemprov Kepri dengan Pemko Batam. Meski begitu, Mangara menerangkan bahwa hal tersebut hanya masalah administratif saja.
Menanggapi besaran kenaikan UMK Batam, Panglima Garda Metal FSPMI Batam, Suprapto, mengatakan, serikat buruh belum menerima hasil penetapan UMK tersebut. Menurutnya, serikat buruh di Batam tetap meminta kenaikan sebesar 7 sampai 10 persen.
“Kami menilai Pemerintah Provinsi Kepri tidak serius menyelesaikan masalah UMK ini. Gubernur Kepri tidak mementingkan kaum buruh, dan kami sesalkan dia ingkar janji,” katanya.
Untuk itu, pihaknya bersama kaum buruh lainnya akan menggelar aksi lebih besar dan melakukan mogok kerja selama periode yang ditentukan. Pihaknya pun akan berkonsolidasi dengan serikat buruh lainnya untuk menggelar demo pada Senin, 6 Desember hingga 10 Desember 2021 mendatang.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan, kewenangan Pemko Batam dalam menjalankan dan membahas penetapan UMK sudah selesai, dan selanjutnya untuk penetapan menjadi kewenangan dari Gubernur Kepri.
“Jadi alasan penundaan kemarin karena gagal komunikasi. Sebenarnya itu tidak ada hubungan, karena penetapan itu mutlak kewenangan Pak Gubernur. Kalau komunikasi saya rasa tidak perlu lagi. Sebab tugas dan kewenangan kami sebagai DPK di Batam sudah selesai, makanya angka tersebut bisa dikirimkan Pak Wali ke Provinsi,” katanya.
Rudi mengungkapkan, rekomendasi UMK Batam dikirim sebelum keluarnya penetapan kemenangan buruh atas gugatan di MK. Sehingga hal tersebut tidak relevan dengan alasan gagal komunikasi, sehingga penetapan UMK ditunda.
Ia menjelaskan, penetapan upah ini memang harusnya sudah ditetapkan tanggal 30 November lalu, tetapi karena adanya penolakan dari buruh, gubernur ingin berkoordinasi dengan Wali Kota Batam.
“Tidak ada sangkut paut lagi dengan kota. Sekarang tergantung Pak Gunernur untuk menetapkan angka yang sudah dikirim tersebut,” kata dia.
Mengenai gugatan buruh terhadap UU Cipta Kerja, pada putusannya, MK menganggap UU Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat, dan pemerintah diberi waktu selama dua tahun melakukan perbaikan, Rudi mengungkapkan hal tersebut juga merupakan kewenangan Gubernur Kepri, apakah mau diterima atau ditolak soal gugatan tersebut.
“Termasuk soal itu. Kalau Gubernur ingin mencabut atau menetapkan UMK yang sudah dikirim. Apakah ingin dinaikkan atau diturunkan angkanya itu kewenangan Pak Gubernur, sebagai pemerintah kota kami menunggu saja keputusannya,” katanya.