Sederet mobil mewah terparkir di gudang tempat penimbunan sementara (TPS) milik PT Persero di Pelabuhan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau. Kondisinya diselimuti debu, pertanda sudah lama tertahan di sana. Mobil asal Singapura itu belakangan jadi sorotan, karena disinyalir adalah mobil yang diimportasi tanpa dilengkapi dokumen yang sah.
Keberadaannya pertama kali diketahui HMS pada 10 Februari 2021. Kabarnya ada sekitar 10 unit mobil yang terparkir di sana sejak Desember 2020, dan sudah keluar masuk gudang. Hanya saja, ketika HMS mendatangi TPS itu pada 15 Februari 2021, mobil yang terlihat tinggal 2 unit saja yaitu jenis Mercedez GLC 300 dan BMX X7.
Admin PT Persero, Citra, mengatakan mobil yang masuk dan tertahan di gudang sejak Desember 2020, adalah milik dua perusahaan mobil atau showroom yaitu PT EAD dan PT GA. Mobil pesanan milik PT EAD sudah mengaspal keluar gudang, sedangkan dua unit yang masih tertahan adalah pesanan milik PT GA.
“Tinggal dua unit saja punya GA, diperkirakan terakhir masuk [TPS] sekitar tanggal 21 Januari 2021. Kalau punya EAD sudah keluar. Jumlah pastinya saya tidak tahu, harus seizinan pimpinan dahulu untuk data lengkapnya,” kata Citra kepada HMS.
Terlepas dari legal atau ilegal proses importasinya, HMS mencoba menelusuri siapa aktor pengusaha yang memesan mobil-mobil mewah tersebut. Hasilnya, diketahui kalau pemilik dua showroom itu adalah dua pemain lama berinisial SV dan SS. Penelusuran rekam jejak menemukan kalau barisan para aktor ini berulangkali pernah tesangkut dalam kasus penyelundupan mobil dari Singapura ke Batam beberapa tahun silam.
Pada 17 Februari 2021, HMS mendatangi PT EAD untuk memastikan apakah benar SV adalah pemilik showroom tersebut. Kedatangan HMS selain untuk menggali informasi perihal mobil mewah pesanannya yang tertahan di PT Persero, juga karena pria ini disebut-sebut berstatus tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), kasus pemalsuan dokumen ratusan unit mobil mewah.
Dua karyawan PT EAD yang HMS jumpai hari itu, membenarkan kalau showroom mobil mewah tempatnya bekerja ialah milik SV. Hanya saja, kata dia, baik manajemen ataupun pimpinananya sedang tidak berada di tempat dan sudah beberapa hari belakangan tidak datang ke kantor karena masih merayakan Imlek.
“Iya, punya Pak [menyebut nama SV]. Beliau lagi tidak masuk. Dia terkadang datang terkadang tidak. Biasa masalah jual beli juga kami komunikasi melalui Whatsapp. Terakhir datang sebelum Imlek. Kalau mau wawancara [mobil yang tertahan di PT Persero] nanti saya sampaikan dulu ke manajemen, kami juga tidak tahu soal itu,” kata perempuan berambut lurus itu. Bermodalkan satu nomor telepon dari seorang sumber, HMS juga berupaya mengonfirmasi SV. Hanya saja sampai sekarang yang bersangkutan tidak menjawab konfirmasi yang dilayangkan HMS.
Pada hari yang sama, HMS juga bertandang ke PT GA. Kalau dalam showroom PT EAD, mata dihadapkan dengan mobil-mobil mewah sekelas Ferarri, BMW, atau Lamborghini, pemandangan berbeda terlihat di showroom PT GA. Di sana, hanya terlihat beberapa unit mobil jenis keluarga dengan harga sekitaran Rp200 juta saja.
Satu petugas keamanan yang HMS jumpai hari itu mengaku tidak mengetahui siapa pemilik showroom tempatnya bekerja. “Saya baru bekerja di sini, jadi tidak tahu banyak soal siapa-siapa saja yang bertanggung jawab. Tadi orang manajemen ada, cuma sudah keluar beberapa menit yang lalu. Nanti saya sampaikan kalau ada yang datang mencari,” kata dia.
Salah satu pengusaha rekanan SV dan SS mengatakan, dua nama yang HMS sebutkan memang adalah pemain lama yang sudah jauh malang melintang dalam bisnis jual beli mobil. Menurut dia, salah satu diantaranya dia ketahui memang tersandung kasus hukum. Sempat menjadi buronan polisi beberapa tahun silam dan belum tertangkap sampai saat ini.
“Waktu itu, setahu saya ada satu orang yang menjadi ‘tumbal’. Dipenjara 6 bulan saja. Kalau si SV, waktu dicari polisi itu dia lari ke Singapura, sekalian sekolah dia di sana. Kalau si SS ini, siapalah yang tidak tahu dia. Memang bisnisnya itu [jual beli mobil],” katanya, sembari memberi tahu kalau dalam kasus-kasus SV sebelumnya, beberapa nama pejabat Pemerintahan Kota Batam, disinyalir terlibat dalam lingkaran penyelundupan mobil tersebut.
HMS mengonfirmasi sejumlah pihak terkait apakah mobil yang tertahan di PT Persero, adalah milik PT EAD dan PT GA. Salah satunya, Direktur Pelayanan Lalu Lintas Barang dan Penanaman Modal BP Batam, Harlas Buana. Hanya saja, dia tidak mau berkomentar ketika ditanyakan siapa pengusaha pemilik mobil-mobil tersebut, “Nanti saya cek dulu, ya,” kata dia.
Harlas menjelaskan, mobil-mobil tersebut tertahan di TPS PT Persero karena masih menunggu master list. Namun, pihaknya mengaku tidak tahu kapan dan sudah berapa banyak mobil yang keluar dari TPS. Menurutnya, perihal keluar masuk barang dari TPS adalah ranah Bea Cukai Batam.
“Bisa [mobil masuk sebelum master list keluar], tapi masuknya ke TPS di kawasan pabean. Untuk lebih jelasnya terkait hal ini, teman BC bisa menjelaskan,” kata Harlas saat dikonfirmasi wartawan. Sebelumnya, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Dendi Gustinandar, mengatakan, “Sampai hari ini BP Batam tidak ada menerima pengajuan master list dari pemilik mobil yang ada di TPS PT Persero Batam tersebut.”
Perihal siapa pemilik mobil impor ini, Kasi Informasi Bea Cukai Batam, Undani, juga tidak mau berkomentar ketika ditanyakan apakah mobil yang tertahan di PT Persero, adalah milik PT EAD dan PT GA. “Pemiliknya saya mohon maaf saya tidak bisa memberikan data lebih rinci, ya. Intinya dealer lah. Perusahaan besar, bukan perorangan,” kata Undani kepada HMS saat ditemui di kantornya, 16 Januari 2021.
Undani menjelaskan, mobil yang tertahan di sana ada enam unit dan masuk dalam kondisi baru. Kedatangan mobil-mobil tersebut ke Batam sudah diberitahukan pemilik barang dengan mengajukan manifes dan sudah tercatat di Bea Cukai Batam. Kalau menurut Admin PT Persero mobil terakhir masuk tanggal 21 Januari 2021, menurut Undani, masing-masing mobil masuk pertanggal 15 Desember dan 22 Desember 2020.
“Datang dan langsung disimpan di TPS itu, sampai menunggu proses kepabeanannya. Syarat mengajukan berkas kepabeanan itu kan harus mengajukan dokumen PPFTZ 01. Kita memerlukan persetujuan impor master list [Dokumen rencana induk kebutuhan barang operasi yang akan diimpor] dari BP Batam. Sampai kemarin, dua mobil itu belum keluar persetujuan impornya dari teman-teman BP Batam, sehingga pemiliknya tidak bisa mengajukan dokumen PPFTZ 01,” kata Undani.
Menurutnya mobil-mobil tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai mobil “bodong”. Sebab, kata dia, barang-barang yang disimpan di TPS memang diperuntukkan untuk penyimpanan barang-barang sambil menunggu proses berkas kepabeanan selesai. “Kalau dia mobilnya bodong, simpannya bukan di TPS, tetapi di TPP (tempat penimbunan pabean). Dari situ saja sudah kelihatan,” kata dia.
Berdasarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) untuk pengeluaran barang dari pelabuhan, katanya, sudah ada empat mobil jenis Toyota Harrier yang keluar dari TPS tanggal 3 Februari 2021. Sementara persetujuan pemasukan kendaraan bermotornya dari BP Batam, keluar tanggal 26 Januari 2021. “Sisanya belum dapat persetujuan,” kata Undani. Ketika ditanyakan ada berapa jumlah mobil impor yang masuk ke Batam setiap tahunnya, Undani menjawab, “Kalau itu saya harus cek data dulu.”
Perihal mobil-mobil itu sudah diperbolehkan masuk sedangkan master list-nya belum selesai, Undani menjelaskan, sebetulnya dalam Peraturan Kepala BP Batam nomor 8 dan 11 tahun 2019, tidak ada dijelaskan secara rinci, bahwa dokumen induk itu apakah harus ada sebelum atau sesudah importasi. “Berbeda dengan importasi barang bekas itu kan harus ada surat surveyor. Surveyor itu memang harus diurus atau diperiksa sebelum importasi. Mobil ini tidak diatur lebih tegas mana yang lebih dulu,” kata dia.
Untuk memastikan mobil-mobil yang masuk itu baru, dia mengatakan, “Kalau di kami ya memang invoice, survey list, dan surat persetujuan impor dari BP Batam itu. Nah, untuk permasalahan bagaimana seorang importir atau pengusaha itu mendapatkan surat persetujuan impor, prosesnya kan panjang itu. Kan ada Tanda Pendaftaran Tipe (TPT) dari Kemenperin [Kementerian Perindustrian]. Misalnya, belum pernah diujikan. Dia ada uji dari Kemenhub [Kementrian Perhubungan], nanti ada surat izin terdaftar namanya. Kalau spesifikasi mobil itu sudah menjadi standar sejak awal,” kata Undani.
Ketika ditanyakan perihal BP Batam yang belum menerima master list mobil-mobil tersebut, kata dia, “Ya itu kan belum disamperin sama Kemenperin-nya, yang mengatur kuotanya kan, di sana. Kuota itu kan dibuatkan perbulan. Katakanlah dealer atau owner mobilnya, mereka mau impor kan harus disertakan dulu ke Kemenperin. Peraturan pendistribusian itu memang ada di sana. Intinya, di situ kan apakah ada hak negara yang tidak dibayar atau tidak. Kalau dalam proses mobil, tentunya kan tidak ada potensi penerimaan negara yang hilang atau lost, begitu kan. Sifatnya lebih ke pertanyaan persyaratan dari SPBB. Tidak ada masa tenggang,” kata dia.