Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Suherman, mengaku geram karena dituding kecipratan “uang pelicin” dari proyek reklamasi di Kelurahan Galang Baru, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Karena tudingan itulah amarahnya tersulut dan dia tumpahkan dengan mengamuk di hadapan Ketua DPC Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup (AMPUH), Budiman Sitompul.
“Saya emosi karena dituding dalam pembahasan angka-angka di proyek reklamasi Galang,” kata Suherman kepada HMS, 25 Februari 2021.
Dia menceritakan, sebelum peristiwa keributan di restoran si pemilik lahan reklamasi itu terjadi, (baca: Cerita LSM Ampuh Soal Intimidasi dalam Perkara Reklamasi di Galang) pihaknya sudah beberapa kali berkonsultasi dengan ketua organisasi lingkungan tersebut. Dalam pertemuan-pertemuan itulah katanya mulai muncul perkataan yang menurutnya tidak enak didengar yaitu, kata “win-win solution” atau kompromi atau negosiasi antara dua pihak untuk mendapatkan keuntungan secara seimbang.
“Intinya kita kan kalau bisa berteman, artinya saling menghargai satu sama lain. Kalau ada kelemahan kami sebagai masyarakat yang tidak tahu, tolong tunjuk saja di mana yang tidak kami tahu, kantor mana yang harus didatangi untuk pengurusan izinnya. Sama-sama dibantu lah. Namanya kami juga orang awam kan,” kata Suherman, yang juga merupakan masyaraka pulau Nguan itu.
Padahal kata dia, proyek itu merupakan kebutuhan masyarakat. Tujuannya untuk membangun pelabuhan yang nantinya akan dimanfaatkan oleh warga sekitar khususnya warga Pulau Nguan yang mayoritas bekerja sebagai nelayan. Sejauh ini juga belum ada keluhan yang masuk, selain dari AMPUH.
“Karena reklamasi ini memang dibutuhkan mereka [nelayan], soalnya selama ini kan kami bongkar muat menggunakan pelabuhan-pelabuhan milik pengusaha di sini. Reklamasi inilah harapan besar masyarakat untuk memiliki pelabuhan sendiri, dengan swadaya dan dukungan pihak-pihak lain,” kata Suherman.
Ia menjelaskan, dalam proyek reklamasi itu setiap pohon bakau yang rusak sudah diupayakan diganti oleh masyarakat. Bahkan dalam pekerjaannya sudah pula diketahui oleh Camat Galang yang telah datang menyaksikan langsung proses penanaman kembali pohon bakau itu.
“Kalau warga menolak proyek itu, warga tidak bisa bekerja. Lagipula semua warga memberikan tanda tangan dan fotokopi KTP mereka sebagai bentuk persetujuan reklamasi itu. Saya selaku seketaris HNSI Batam, juga sebagai orang yang dituakan di Rempang-Galang tidak akan sembarang lah kalau memang ini kepentingan pihak perusahaan. Kami dilahirkan dan dibesarkan di sini, jadi seandainya kalaupun ada dampak dari proyek ini, kami yang kena,” katanya.
Suherman mengakui, dalam persoalan reklamasi itu, pihaknya memang tidak begitu mengerti. Namun, kata dia, sebagai masyarakat Melayu pihaknya tidaklah naif. Selama ini, masyarakat Pulau Nguan mesti membayar bayar parkir dan biaya bongkar muat di pelabuhan milik pengusaha sekitar.
“Jadi kami berupaya bagaimana pelabuhan ini menjadi pelabuhan masyarakat sendiri supaya tidak numpang lagi nantinya. Itulah harapan kami ke rekan media atau LSM kalau memang mau berteman, bantu dan dukung kami. Di mana kelemahan dan ketidaktahuan kami, tolong diarahkan,” kata dia.
Sebelumnya, beredar sebuah video yang merekam keributan antara sekelompok pria di sebuah rumah makan. Pria itu adalah Suherman. Dalam rekaman berdurasi 35 detik itu memperlihatkan beberapa orang pria yang datang bersama Suherman dengan arogannya berteriak-teriak marah hingga membalikkan meja bundar. Salah satu orang yang menjadi sasaran kemarahan mereka adalah Budiman Sitompul, Ketua DPC AMPUH Kota Batam.
Menurut versi Budiman Sitompul, keributan berawal dari DPC LSM Ampuh mendapatkan laporan tentang pengerusakan lingkungan hidup berupa pekerjaan reklamasi, cut and fill, serta penimbunan hutan bakau di Kelurahan Galang Baru, Kecamatan Galang.
Dalam peristiwa ini, Budiman belum melaporkan intimidasi yang dia alami. Alasannya kata dia, karena kurangnya bukti rekaman visual. Sebab, hari itu dia bersama seorang rekannya wartawan itu dilarang merekam pertemuan. Bahkan, ponsel si wartawan pun katanya ikut dirampas. Sekarang, Budiman baru melaporkan perihal pengerusakan lingkungan yang terjadi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsu) Polda Kepri.