Persoalan pemotongan kapal Acacia Nassau di dok Pax Ocean PT Graha Trisakti Industri di Tanjung Uncang, Batam, Kepulauan Riau, masih terus berlanjut. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruang rapat Komisi I DPRD Kota Batam, Kamis, 18 Maret 2021, diketahui bahwa PT Graha Trisakti Indonesia tidak memiliki izin usaha untuk melakukan pemotongan kapal.
Kepala Seksi Keselamatan Berlayar Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam, Tohara, mengatakan, pihaknya sudah membentuk tim internal untuk mengetahui tentang dikeluarkannya surat pengawasan pemotongan kapal Acacia Nassau. Pihaknya pun sudah menyurati Dirjen Perkapalan dan Kepelautan dalam persoalan itu.
“Surat rekomendasi itu sudah kami kirim ke Jakarta tapi belum ada balasan,” katanya.
Ia menjelaskan, saat kapal itu datang ke Batam pada 11 Maret 2018 lalu, pihaknya menerima surat yang menyatakan bahwa kapal Acacia Nassau berbendera Indonesia. Selain itu, kapal itu juga menurutnya sudah melakukan pembayaran pajak selama berlabuh di Batam.
“Sebelumnya juga kami menerima surat agreement dari PT Graha Trisakti Industri terkait pemotongan kapal itu. Walaupun sampai saat ini kami belum memeriksa ke mana scrap dari kapal Acacia Nassau dijual,” katanya.
Asisten Manager HSE PT Graha Trisakti Industri, M. Syukri, mengaku tidak tahu dasar-dasar perizinan dalam pemotongan kapal Acacia Nassau di perusahaanya. Namun, ia memastikan bahwa aktivitas pemotongan kapal itu sudah dihentikan sejak RDP pada Senin, 1 Maret 2021 lalu.
“Pemotongannya sudah 50 persen tetapi saya tidak bisa menyebutkan ke mana scrap itu dijual, karena takut salah sebut. Tapi yang pasti, scrap itu dijual ke perusahaan yang ada di Batam,” kata Syukri.
Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabeanan dan Cukai I Kantor Bea dan Cukai Batam, Sumarna, menjelaskan bahwa ketika ada transaksi keluar masuk barang, semestinya memang ada output bagi negara dalam bentuk pajak. Hal ini, kata dia, berlaku pula bagi kapal Acacia Nassau dan pihaknya pun akan mengambil langkah dalam persoalan kapal itu sesuai dengan wewenang Bea dan Cukai.
“Tahapannya memang ada, kalau barang ini [kapal Acacia Nassau] mau dijadikan scrap atau apapun, maka harus mengubah manifesnya dulu. Pihak terkait harus mengajukan permohonan berupa persetujan impor ke Kementerian Perdagangan, dan hal ini pun sudah bisa diurus ke BP Batam,” kata Sumarna.
Menurutnya, jika memang PT Graha Trisakti Industri terbukti melakukan pelanggaran dalam pemotongan kapal itu, maka akan ada sanksi berupa denda.
Kepala Sub Bidang Perindustrian BP Batam, Krus Haryanto, mengatakan, pihaknya sudah memeriksa di dalam sistem yang mereka miliki tetapi tidak menemukan permohonan dari PT Graha Trisakti Industri soal persetujuan impor kapal Acacia Nassau. Menurutnya, PT Graha Trisakti Industri juga tidak memiliki izin melakukan aktivitas pemotongan kapal.
“Kami akan memeriksa apakah perusahaan ini menjalankan usahanya sesuai dengan izinnya. Kalau melanggar bisa dicabut,” katanya.
Ketua Komisi I DPRD Kota Batam, Budi Mardianto, menyimpulkan bahwa dalam rapat itu PT Graha Trisakti Industri sama sekali tidak mangantongi izin yang dibutuhkan dalam melakukan pemotongan kapal Acacia Nassau.
“Baik surat izin dari KSOP, BP Batam, maupun Bea dan Cukai. Jadi ini benar-benar tidak mengindahkan aturan yang ada. Ini sangat membahayakan Kota Batam kalau investasi dilakukan dengan suka-sukanya. Negara kita ini negara hukum yang ada aturannya,” katanya.
Ia menegaskan, pihaknya tidak berupaya menghalangi investasi di Batam. Namun, kata dia, investasi yang masuk pun harus tetap mengikuti aturan yang ada. Tujuannya supaya melindungi apa-apa yang menjadi hak negara.
“Nah perizinan yang seharusnya melalui Kementerian Perdagangan di pusat kan sudah didelegasikan ke BP Batam. Itu kan sebenarnya mempermudah pengusaha untuk mendapatkan perizinan. Tapi pertanyaanya sekarang, kenapa hal itu tidak dipenuhi oleh PT Graha Trisakti Industri? Ini kan membahayakan,” kata Budi.
Ia pun bakal mengagendakan sidak ke PT Graha Trisakti Industri untuk melihat langsung kondisi kapal Acacia Nassau yang bentuknya sudah berubah sekian persen. Selain itu, pihaknya juga akan mencari tahu ke mana scrap dari kapal itu dijual.
“Hasil RDP dari yang pertama sampai sekarang, ditambah dengan hasil turun ke lapangan nanti akan kami bawa ke Dirjen Perkapalan dan Kepelautan di Jakarta,” katanya.
Budi juga mempertanyakan izin impor yang kini sudah dipermudah lewat BP Batam tetapi tidak dilakukan oleh PT Graha Trisakti Industri. Pihaknya akan menulusuri apakah ada upaya mempersulit perizinan tersebut.
“Kalau pun memang ada unsur dari pemerintah yang mengeluarkan perizinan berbelit ataupun susah, kami ini tugasnya mempermudah supaya hal itu menjadi mudah,”
“Kami juga ingin menegaskan apa saja yang harus dibayarkan oleh PT Graha Trisakti Industri dalam pemotongan kapal itu. Karena dari KSOP penjelasannya berbeda, satu bilang Rp50 ribu per ton untuk scrap-nya, yang satu malah bilang PNBP-nya diambil dari berat rangka kapal. Ini juga yang bakal kami tanyakan ke pihak Dirjen,” kata Budi.