Kantor itu terlihat sepi. Di bagian depannya melintang tumpukan drum putih. Dari luar pintu kaca, terlihat dua pria sedang duduk-duduk santai, Selasa, 31 Agustus 2021. Inilah kantor SH (27), tersangka penyelundup sembilan warga negara Pakistan yang ditangkap polisi empat pekan lalu di Perairan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Kedatangan HMS ke kantor PT Trans Shipping Agency itu, untuk mencari dan mewawancara SH terkait proses hukumnya dan bagaimana status tersangkanya. Sebab, polisi menyatakan sudah melimpahkan seluruh perkara berikut tersangkanya ke imigrasi. Sementara pihak imigrasi mengaku hanya menerima para WNA saja, tetapi tidak tahu menahu soal SH.
Salah seorang pekerja perusahaan keagenan kapal itu mengatakan bahwa SH, masih aktif bekerja. Namun, ia jarang ke kantor karena bertugas di lapangan. Tak lama berselang satu pria lain datang, kemudian mengatakan, “Dari HMS, ya? Sudah, nanti aku telepon [menyebut nama seseorang] …” katanya kepada HMS.
Kasus ini bermula saat Satpolairud Polresta Barelang Batam mendapati kapal MT Metis berbendera Singapura berlego jangkar dan melakukan proses pergantian awak kapal atau crew change pada 5 Agustus 2021 lalu. Waktu itu, ada sembilan warga Pakistan diturunkan menggunakan speed boat di Perairan Batu Ampar.
Para WNA ini dibawa masuk ke Batam saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 diberlakukan. Lantaran agen tidak bisa menunjukan dokumen resmi, mereka akhirnya digiring ke kantor polisi. Kemudian esok harinya, Kasatpolair Polresta Barelang, AKP Syaiful Badawi mengatakan, status SH selaku penyalur telah ditetapkan menjadi tersangka.
Pelaku katanya mengaku baru satu kali ini memasukkan WNA secara ilegal, dan itu dia lakukan dengan dalih tidak paham proses resmi memasukkan orang asing. “WNA Pakistan hanya dilengkapi dokumen paspor saja. Agen ini beranggapan bahwa WNA yang ia bawa sudah habis kontrak kerja, dan hanya tinggal mengembalikan ke negara asal,” kata AKP Badawi, 6 Agustus 2021.
SH katanya dijerat dengan Pasal 113 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Ancamannya pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. Kemudian Badawi, juga mengenakan Pasal 94 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal ini khusus mengatur soal koporasi. Ancamannya, pidana penjara 10 tahun dan denda Rp15 miliar.
Perkara Dilimpahkan ke Imigrasi
Pada 10 Agustus 2021, AKP Badawi menyebut kalau perkara sudah dilimpahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam. Kasus tersebut katanya merupakan wewenang imigrasi, dan pihak kepolisian hanya sebatas menangkap. Seluruh WNA juga sudah dikarantina di Hotel Harris Batam Center.
Pada wawancara HMS, 30 Agustus 2021, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Tessa Harumdila, mengatakan, pihaknya memang telah menerima pelimpahan kasus ini. Para sembilan WNA kini sudah dideportasi. Hukuman mereka ialah dilarang masuk ke Indonesia selama 5 tahun. “Setelah menjalani karantina selama delapan hari, mereka [WNA] langsung dideportasi,” katanya kepada HMS.
Pendeportasian ini merupakan tindakan adiministratif keimigrasian. Tidak ada pidana yang dikenakan seperti jeratan sebelumnya di kepolisian. Para WNA hanya melanggar Pasal 75 ayat 2 UU Nomor 6 Tahun 2011. “Ini sebagai bentuk perbaikan perilaku WNA, terus efek jera supaya mereka tidak mengulangi lagi. Karena memang saat diperiksa mereka [WNA] ini tidak pernah terkena pidana imigrasi sebelumnya,” kata Tessa.
Ketika ditanyakan soal SH, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, Tessa mengatakan, hanya menerima pelimpahan WNA saja, tidak dengan tersangka WNI-nya. Pihaknya juga belum ada memeriksa pihak keagenan kapal. “Agen tidak diperiksa imigrasi, kita urusi WNA saja sesuai undang-undang,” katanya.
Belum ada jadwal pemeriksaan selanjutnya terhadap para agen. Sanksi untuk PT Trans Shipping Agency juga katanya, masih menunggu rekomendasi dari asosiasi, yaitu Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA) dan Indonesian National Shipowners’ Association (INSA).
“Pencengkalan [terhadap agen] enggak ada, kita WNA saja. Tentunya kita akan melakukan koordinasi secara menyeluruh kepada himpunan perusahaan kapal [INSA dan ISAA],” katanya, menyebut hal ini dilakukan bertujuan, “Persamakan persepsi kedepan-nya untuk bagaimana agen-agen bermasalah ini, jadi saya dari imigrasi tinggal membuat rekomendasi saja.”
Terkait tersangka yang sebelumnya ditetapkan oleh polisi, Tessa mengatakan, “Tersangka di polisi mungkin undang-undang TPI,” katanya. Memang dalam kasus ini ada tindak pidana yang dilakukan, yaitu kedatangan tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Namun, karena semua WNA adalah kru kapal maka yang dikenakan hanya sebatas administratif.
Peraturan Masuknya Orang Asing Selama PPKM Darurat
WNA masih diperbolehkan masuk ke Indonesia selama pengetatan mobilitas PPKM level 4. Namun, pelaku perjalanan harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuan. Hal itu kata Tessa, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 27 Tahun 2021 Tentang Pembatasan Orang Asing Masuk ke Wilayah Indonesia Dalam Masa PPKM Darurat.
Memang ada dilakukan pembatasan, tetapi ada beberapa kriteria yang dikecualikan seperti WNA pemegang visa diplomatik dan visa dinas; pemegang Izin tinggal diplomatik dan izin Tinggal dinas; pemegang izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap; WNA dengan tujuan kesehatan dan kemanusiaan; dan awak alat angkut yang datang dengan alat angkutnya.
“Pembatasan lebih kepada soal kesehatan saja. Misal, jika ada kru yang belum divaksin atau dan mereka wajib dikarantina selama 8 hari. Ada dua pilihan karantina-nya, karantina di kapal atau di darat sebelum dia masuk,” kata Tessa.
(Bintang Antonio/Fathur Rohim/Romi Kurniawan)