Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam kebijakannya akan memungut biaya bagi setiap pengendara yang melintas di jalan Waduk Duriangkang yang menghubungkan Kecamatan Seibeduk dan Punggur di Kelurahan Nongsa, Senin, 1 Febuari 2021. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 28 Tahun 2020.
Dalam Perka itu, setiap pengendara kendaraan roda dua akan dikenakan biaya Rp2 ribu untuk sekali lewat. Sementara jika berlangganan, tarifnya menjadi Rp95 ribu per bulan.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto mengatakan bahwa penerapan aturan tersebut tidak masuk akal. Menurutnya BP Batam seharusnya sejak lama menerapkan kebijakan itu atau tidak memberikan akses masuk sama sekali bagi warga.
“Waduk Duriangkang itu kan wilayah yang dilindungi oleh hukum, harusnya orang dilarang lalu-lalang di sana. Jangan awalnya dijadikan jalan alternatif, tapi tiba-tiba ditarik tarif. Kalau memang jalan umum, jangan ditarik retribusi. Tapi kalau bukan, seharusnya ditutup dan tidak bisa diakses seenaknya. Pihak BP Batam harusnya lebih tegas,” katanya kepada wartawan, Senin, 1 Febuari 2021.
General Manager Sumber Daya Air, Limbah, dan Lingkungan BP Batam, Ibrahim Koto menjelaskan, jalan yang menghubungkan Kecamatan Seibeduk dan Punggur di Kelurahan Nongsa itu merupakan jalan inspeksi bendungan atau Waduk Duriangkang, dan bukan jalan umum. Ia mengatakan, bendungan itu sendiri menyuplai 70 persen kebutuhan air baku di Pulau Batam sehingga memang harus dijaga dengan baik.
“Kemudian ada masyarakat di dua sisi di Teluk Lengung di Punggur, Nongsa dan Kampung Bagan, Sei Beduk. Sehingga memang pada masa yang lalu diberikan kebijakan yang sifatnya kemanusian lah gitu, untuk hajat mengenai kebutuhan masyarakat di dua tempat itu. Namun, dalam perkembangan dunia industri, hiduplah Kawasan Kabil, Nongsa dan Muka Kuning, Seibeduk yang semakin berkembang. Sehingga jalan itu dilewati oleh masyarakat yang merupakan pekerja dari dua kawasan industri itu tadi,” katanya kepada wartawan di Gedung BP Batam, Batam Center.
Pemberlakuan tarif itu, kata dia, diakuinya meniru apa yang diterapkan di Waduk Lahor di Jawa Timur yang menghubungkan Malang dan Blitar. Ibrahim juga mengatakan, penerapan tarif di jalan Waduk Duriangkang bertujuan untuk membatasi dan memberitahu masyarakat kalau jalan itu merupakan wilayah khusus dan tidak boleh dilalui.
“Pun kalau diperbolehkan harus dengan ketentuan seperti tarif. Dasar itu yang kemudian menjadi referensi untuk menerapkanya di Waduk Duriangkang itu, tapi dalam kesempatan ini sesuai dengan penelaahan kembali kami dari berbagai sisi, kami akan melakukan revisi pada Peraturan Kepala (Perka) BP Batam 28 tahun 2020 itu. Hasil revisinya pun nanti akan kami sampaikan kembali, dan Perka pada tarif itu akhirnya belum diberlakukan,” katanya.
Menurut Ibrahim, karena belum ada solusi dari pemerintah terkait pembangunan jalan alternatif, maka akan ada pemberlakuan aturan secara ketat bagi pengendara kendaraan roda dua. Seperti tidak boleh berhenti atau parkit di tubuh bendungan. Ia pun belum bisa menyebut poin-poin yang bakal direvisi dalam Perka BP Batam Nomor 28 tahun 2020 itu. Namun, ia kembali menegaskan setelah adanya analisa di tingkat pimpinan, juga berdasarkan perintah Kepala BP Batam maka pengenaan tarif biaya itu untuk sementara tidak diberlakukan dan revisi Perka ditargetkan tuntas dalam dua minggu.
“Dalam Perka tersebut, munculnya angka besaran tarif itu memang karena layanan dan jasa kami hitung dari biaya operasional yang akan menjaga pintu masuk serta sarana dan prasarana pendukungnya. Kan otomatis kalau kami beri akses tentu tidak bisa dibuka begitu saja, harus ada yang menjaga, ada alatnya, cctv, dan sebagainya. Tapi sebenarnya tujuan penerapan tarif itu bukan untuk biaya operasional, tetapi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat kalau jalan ini memang tidak boleh dilewati,” katanya.
“Tetapi karena permintaan masyarakat terkait kebutuhan mereka dan belum ada solusinya, maka diberikanlah laluan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku tentunya. Jadi awalnya penerapan tarif ini harapannya membatasi masyarakat yang melewati jalan itu karena itu kan bukan jaan umum. Dari catatan kami juga kami kehilangan beberapa aset di sana. Jadi dengan adanya penerapan tarif itu, harapannya semua terkontrol karena ada hak dan kewajiban. Kalau kami perbolehkan orang lewat, tentu kami juga punya kewajiban juga untuk menjaga aset dan segala macam yang ada di sana. Jadi tidak ada kaitan bahwa ini upaya mendapatkan pendapatan BP Batam yang besar,” katanya lagi.
Ibrahim menjelaskan, jalan yang selama ini digunakan masyarakat adalah jalan inspeksi yang kekuatannya tidak mumpuni untuk terus dilalui kendaraan. Kepala BP Batam, katanya, juga meminta dirinya untuk berkoordinasi dengan pemerintah provinsi atau siapa saja yang kira-kira bisa menganggarkan jalan lain sebagai pengganti jalur itu.
“Karena kewajiban kami kan bukan di situ, tapi kalau ada perintah dari kementrian ya kenapa tidak,” kata Ibrahim.