Serikat buruh di Kota Batam, Kepulauan Riau, menolak formulasi perhitungan pengupahan berdasarkan PP 36 tahun 2021. Mereka juga turut menolak surat edaran terkait upah minimum kerja (UMK) tahun 2022 yang dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan No.B-M/383/HI.01.00/XI 2021.
Tuntutan mereka pun jelas, upah minimum kerja di tahun 2022 naik sebesar 7 sampai 10 persen.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Alfatoni menilai penghitungan UMK berdasarkan PP 36/2021 tetap merugikan bagi pekerja. Dia mengatakan, penghitungan UMK harus berdasarkan standar kehidupan hidup layak (KHL) mengingat saat ini terdapat berbagai hal yang dihadapi masyarakat, terutama kaum buruh.
“Pandemi Covid-19 menyebabkan adanya pengurangan gaji, pengurangan jam kerja, dirumahkan, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami buruh. Jadi jelas, Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak menguntungkan pekerja,” katanya, Rabu, 17 November 2021.
Menurut Fatoni, PP 36/2021 juga tidak lagi menggunakan survei dalam menentukan UMK. Padahal, kata dia, para pekerja lah yang mengetahui kondisi serta biaya hidup di satu daerah.
“Kalau pemerintah tetap menaikkan UMK berdasarkan PP 36/2021, ya kenaikannya paling berkisar Rp20 ribu-Rp30 ribu saja. Padahal biaya hidup di Batam tergolong tinggi,” katanya.
Senada, Panglima Garda Metal FSPMI Kota Batam, Suprapto, mengatakan, jika keputusan kenaikan upah minimum kerja berdasarkan PP 36/2021, maka pemerintah dinilai tidak memiliki empati pada nasib buruh. Dia menilai, peraturan itu juga turut tidak memberikan kewenangan pada dewan pengupahan untuk menata UMK di daerah masing-masing.
“Makanya sejak undang-undang itu masih berbentuk rancangan sudah kami tolak,”
Sementara
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, mengatakan, bahwa hasil pembahasan dewan pengupahan Provinsi Kepri telah selesai dan akan diserahkan ke Gubernur Kepri. Dia menjelaskan, dasar penghitungan pengupahan adalah PP 36/2021 serta surat edaran terkait upah tahun 2022 yang dikeluarkan Menteri Ketenagakerjaan No.B-M/383/HI.01.00/XI 2021.
Dari surat edaran Kemenaker itu, Rafki menjelaskan pihaknya telah melakukan perhitungan dengan hasil, UMK mengalami kenaikan sekitar Rp35 ribu.
“Selaku pengusaha, kami cukup senang dengan hasil perhitungan kenaikan UMK itu. Jadi kami juga berharap tidak ada demonstrasi lagi menuntut kenaikan UMK,” katanya.
Menurutnya, aksi demonstrasi dikhawatirkan akan berdampak pada realisasi para calon investor. Rafki menilai, penolakan atas keputusan besaran kenaikan UMK dapat dilakukan dengan melakukan gugatan hukum.
“Jadi yang digugat UU Cipta Kerja. Lagi pula, pada saat pembahasan PP 36/2021 itu semuanya dilibatkan. Setelah disahkan, baru lah kami pakai untuk mengatur kenaikan upah,” kata dia.