Warga rumah liar (Ruli) Kebun Sayur Marina, Kecamatan Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau mengeluhkan proyek cut and field yang terjadi di sekitar pemukiman mereka. Bahkan, lokasi rumah mereka ada yang masuk dalam rencana proyek cut and field itu.
Rata-rata, warga sudah mendiami lokasi ruli Kebun Sayur Marina sejak belasan tahun lalu. Sejak lima tahun terakhir mereka ditawarkan untuk pindah dan diberikan ganti rugi. “Awalnya pernah ditawarkan ganti rugi Rp2,5 juta terus naik Rp3 juta. Proyek ini sejak 2015. Tapi sampai hari ini belum ada kata sepakat. Tapi, mereka sudah mengerjakan proyek, kata Mahbub, salah satu warga rumah liar kepada HMStimes.com pada Kamis, 21 Januari 2021.
Walaupun belum ada kata sepakat, kontraktor proyek yang disebut-sebut sudah melakukan penggalian tanah di lokasi tersebut sejak beberapa bulan terakhir. Pengerjaan proyek itu menuai banyak protes. Bukan hanya tentang kesepakatan ganti rugi yang belum tercapai saja, masalah yang ditimbulkan saat proyek dikerjakan seperti debu yang berterbangan, jalan yang menjadi kotor karena tanah kerukan berjatuhan di aspal juga membuat warga lain resah.
“Jalan yang dilalui saya setiap hari menjadi berlumpur dan licin. Tanah yang mereka keruk kan mereka buang di sekitar Perumahan Geysia dekat rumah saya. Saya jadi takut kalau naik motor,” ujar Ebisus, salah satu pengguna jalan di sekitar Marina, Sekupang, Jumat, 22 Januari 2021.
Diduga, akibat banyak menuai protes warga itu, saat ini pengerjaan proyek cut and field itu disegel oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam. Pantauan HMS di lokasi proyek pada Jumat, 22 Januari 2021, sejumlah alat berat diberi garis pembatas milik DLH.
Kepala Bidang Lingkungan Hidup DLH Kota Batam, Ip saat dikonfirmasi wartawan, enggan menjawab pertanyaan terkait alasan DLH menyegel proyek tersebut. “Langsung ke kadis saja ya,” ujarnya saat dikofimasi, Kamis, 21 Januari 2021. Di hari yang sama, HMS mendatangi Kantor DLH untuk menemui kepala dinas, Herman Rozie. Namun, yang bersangkutan takberada di tempat. Dihubungi melalui ponselnhya juga takdijawab. HMS kemudian mengisi buku tamu untuk membuat janji bertemu.
Kembali ke Mahbub, menurutnya, warga pernah dijanjikan untuk diberikan satu kaveling tanah kepada masing-masing warga yang lokasi rumahnya masuk dalam pengerjaan proyek. Namun, pihak perusahaan belum mendapatkan lokasi yang tepat. “Jadi pihak perusahaan mau kasih duit Rp12 juta. Kita mana mau, bisa dapat apa. Kalau takada kaveling paling tidak Rp20 juta,” katanya.