Seorang ibu rumah tangga, bernama Elbi Pieter bersama rekan-rekannya menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan itu berkaitan dengan kontrak karya (KK) PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. KK diberikan Kementerian ESDM pada 29 Januari 2021.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 46/G/2021/PTUN.JKT pada Rabu, 23 Juni 2021. “Menyatakan batal atau tidak sah keputusan tergugat (Menteri ESDM) yaitu Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Tambang Mas Sangihe (objek sengketa),” bunyi petitum dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Minggu, 27 Juni 2021.
Selain itu, para penggugat menyatakan penerbitan KK Tambang Mas Sangihe yang merupakan objek sengketa perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad). Tindakan itu menimbulkan kerugian materiil sebesar Rp1,5 miliar dan kerugian immujar sebesar Rp70 miliar terhadap para penggugat.
Kerugian materiil dan imateriil itu harus dibayarkan oleh Menteri ESDM sebagai tergugat. Selain itu, para penggugat mewajibkan Menteri ESDM untuk mencabut keputusan tersebut.
“Menghukum tergugat untuk membayar kerugian materiil para penggugat sebesar Rp1,51 miliar dan kerugian imateriil sebesar Rp70 miliar yang harus dibayarkan oleh tergugat secara sekaligus dan seketika kepada para penggugat,” kata petitum.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Minerba ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan pihak Kementerian ESDM baru saja mengetahui gugatan tersebut. Ia mengatakan Kementerian ESDM tengah mengevaluasi KK Tambang Mas Sangihe tersebut. “Saya baru tahu tentang gugatan tersebut. Proses evaluasi (KK Tambang Mas Sangihe) sedang dilakukan,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Sebelumnya, Ridwan pernah menyampaikan pernyataan serupa. Ia menuturkan Kementerian ESDM akan mengevaluasi luas wilayah KK Tambang Mas Sangihe dan dapat meminta perusahaan tambang itu untuk menciutkan wilayah kontrak kerja.
“Berdasarkan evaluasi tersebut dapat meminta PT. TMS melakukan penciutan terhadap wilayah kontrak karya yang tidak digunakan/tidak prospek untuk dilakukan kegiatan pertambangan,” katanya dalam keterangan resmi belum lama ini.
Ridwan juga memastikan pihaknya bakal terus melakukan pengawasan ketat di lapangan guna memastikan kegiatan pertambangan PT. TMS dilakukan sesuai aturan sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan membahayakan masyarakat.
Data Ditjen Minerba Kementerian ESDM sendiri mencatat total luas wilayah PT. TMS yang diizinkan untuk ditambang seluas 4.500 hektare. Angka ini kurang dari 11 persen dari total luas wilayah KK PT. TMS sebesar 42 ribu hektare.
Kendati demikian, dia juga menegaskan bahwa kegiatan pertambangan PT. TMS tidak menyalahi aturan karena didasarkan atas KK yang ditandatangani oleh pemerintah dan PT. TMS pada 1997 silam.