Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar lebih tegas dan pasti dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya, sebaiknya berstatus badan hukum publik. Dengan demikian, lembaga ini dapat dibiayai dari pihak ketiga dan mengembangkan sumber anggaran tersebut sendiri dengan proses yang lebih menguntungkan.
Pendapat tersebut dikemukakan Dian Puji N Simatupang, Dosen Hukum Tata Negara dalam Webinar bertajuk Menilik Satu Dekade Otoritas Jasa Keuangan yang diselenggarakan Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jumat, 25 Juni 2021. Webinar yang diikuti lebih dari 200 orang itu juga mengundang sejumlah narasumber kompeten dan para ahli.
Dikatakan, OJK lembaga yang unik. Dalam teori hukum keuangan publik, dinamakan special institution with special governance by legal policy. Kekhususan OJK terletak pada statusnya sebagai lembaga independen. Dengan status ini dalam standar biaya umum, proses pengadaan barang/jasa dan sistem remunerasi, dikecualikan dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Artinya meskipun statusnya sebagai lembaga independen, tidak tunduk sepenuhnya pada keuangan APBN,” kata pakar keuangan negara ini.
Dian Puji N Simatupang juga mengatakan, kelembagaan OJK yang campuran memengaruhi sumber keuangan lembaga, yang berasal dari APBN dan pungutan pihak pelaku kegiatan di sektor jasa keuangan.
Anggaran yang dipungut dari pihak pelaku kegiatan di sektor keuangan tersebut, besarannya tetap dengan memperhatikan kemampuan pihak terpungut, serta kebutuhan pendanaan OJK. “Keseimbangan antara kemampuan pihak dan kebutuhan OJK, harus memiliki dasar agar tidak memberatkan pihak yang dipungut dan mengurangi kinerja OJK,” katanya.
Dengan menjadikan OJK sebagai badan hukum publik, pungutan kepada pihak ketiga menjadi penerimaan OJK yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sendiri.
Agar terformulasikan keadilan pemungutan, konklusi OJK menjadi badan hukum publik, bisa memiliki kewenangan mengelola kelebihan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, untuk digunakan sebagai pengembangan pengelolaan. Sehingga dalam kurun waktu yang direncanakan tarif pungutan semakin menurun dan meningkatkan kemandirian OJK.
Webinar dengan moderator Togi Marganda Purba, berlangsung dua jam lebih sejak pukul 14.00 WIB berjalan lancar. Kegiatan secara online menghadirkan para narasumber yang memiliki bobot kompetensi dan kredibilitas tinggi dalam bidangnya.
Para narasumber tersebut adalah, Masinton Pasaribu, anggota Komisi XI, DPR, DR. Rizal Ramadhani mewakili Dewan Komisaris OJK, Henri Lumban Raja praktisi hukum pasar modal.
Terhubung secara online sebagai pemberi tanggapan dan masukan dalam webinar, Ketua Program Studi Magister Hukum UKI, Gindo L Tobing dan pemerhati pasar modal, Prof Tumanggor.