PT Dani Tasha Lestari akhirnya melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam ke Pengadilan Negeri (PN) Batam.
“Kemarin (Selasa, 29 Maret 2022 kami telah mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap BP Batam dan BPN Batam ke PN Batam dan sudah di register dengan nomor perkara 92/Pdt.G/2022/PN Btm,” kata Djaka Susanto, kuasa hukum PT Dani Tasha Lestari saat ditemui di Bilangan Nagoya, Kota Batam, Rabu, 30 Maret 2022.
Djaka menyebutkan, dasar gugatan yang diajukan penggugat ke PN Batam adalah BP Batam selaku pihak tergugat secara melawan hukum pada tahun 2020 telah mengambil alih secara sepihak hak atas objek sengketa ( lahan seluas 30 Ha di Purajaya Beach Resort) yang beralamat di Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Padahal objek sengketa tersebut baru berakhir pada tahun 2023.
Djaka mengatakan, dalam mengambil alih objek sengketa itu BP Batam dinilai telah melanggar tata cara pembatalan alokasi lahan dan mengambil lahan alih secara sepihak hak atas tanah dan bangunan proyek sengketa.
Maka demi hukum, kata dia lagi, penggugat memiliki kedudukan hukum yang sah untuk bertindak dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) Aquo.
“Dalam perkara ini, penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan Aquo. Dimana perbuatan tergugat (BP Batam) telah melanggar ketentuan pasal 3 dan 4 tentang peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 11 tahun 2016,” kata Djaka.
Djaka menjelaskan dalam melakukan pengambil alihan secara sepihak atau pembatalan atas objek sengketa tersebut, seharusnya tergugat mengirimkan surat peringatan 1,2 dan 3 melalui surat pos tercatat, tetapi kewajiban itu tidak dilakukan oleh tergugat. Bahkan, penggugat tidak pernah diajak klarifikasi dan tidak dikonfirmasi mengenai masalah tersebut.
“Permasalahan ini terjadi pada saat tergugat sebagai Ex-officio menjabat Kepala BP Batam. Dimana, tindakan tergugat Aquo dilakukan dengan mendasarkan pada surat peringatan ke-3 yang diterbitkan tahun 2017, maka aturan yang haruslah dipergunakan mengacu pada ketentuan peraturan yang berlaku pada saat tindakan pembatalan dilakukan,” kata Djaka.
Masih kata Djaka, adapun tata cara pembatalan alokasi lahan dikarenakan hal tertentu dan pengalokasian lahan yang dibatalkan menurut peraturan Kepala BP Batam No 11 tahun 2016 adalah 7 hari kalender setelah diterbitkan surat peringatan ke-3. Apabila dalam kurun waktu tersebut, tidak ada tanggapan dari penerima alokasi lahan, maka alokasi lahan di batalkan.
Namun dalam perkara ini, sebut Djaka, pembatalan yang dilakukan pihak tergugat baru dilakukan pada tahun 2020, maka telah melebihi jangka waktu 7 hari sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 peraturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016. Dengan demikian, tergugat telah melakukan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh badan dan atau pejabat pemerintah.
“Aneh sekali pembatalan ini. Sebab, surat SP3 (yang tidak pernah diterima penggugat) dikeluarkan pada tahun 2017, sementara pembatalan alokasi lahan terjadi di tahun 2020. Berarti udah lewat dong, jika merujuk pada aturan Kepala BP Batam nomor 11 tahun 2016 pasal 4,” kata Djaka.
“Dengan demikian, secara nyata pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa merupakan perbuatan melawan hukum. Dalam perkara ini, pembatalan sepihak oleh tergugat terhadap objek sengketa, tergugat juga telah melakukan pemasangan tiang papan peringatan di objek sengketa. Sedangkan objek sengketa masih dalam sengketa dan belum ada proses eksekusi yang dilakukan Pengadilan,” katanya.
Djaka menilai, dalam gugatan ini unsur melawan hukum telah terpenuhi berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, antara lain bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar kaidah tata susila san bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang harusnya dimiliki oleh seseorang.
Bahwa, oleh karena objek sengketa aquo telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama penggugat sebagai pemegang hak diatas tanah hak pengelolaan atas lahan dan baru akan berakhir haknya pada tahun 2023, tetapi sudah diambil alih oleh tergugat maka jelas itu merupakan perbuatan melawan hukum. Maka, produk-produk yang dikeluarkan tergugat adalah produk yang cacat hukum dan tidak sah serta tidak mengikat.
Djaka menerangkan, sesuai UU Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, jika dalam jangka waktu hak tersebut berakhir dapat dilakukan perpanjangan, yang secara tegas disebutkan pada pasal 35 ayat (2), yaitu atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut pada ayat (1) dapat di perpanjangan waktu paling lama 20 tahun.
“Perpanjangan tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan pasal 17 surat perjanjian antara penggugat dan tergugat Nomor: 264/SPJ/KA-AT/XI/93, tanggal 30 Nopember 1993 yang menyebutkan kepada pihak kedua yang jangka waktu hak atas tanah sebagai mana dalam pasal 5 perjanjian ini berakhir, sepenuhnya dapat pula diberikan kesempatan utama (Hak Utama) untuk mengajukan pembaharuan hak atas tanah di maksud apabila ketentuan-ketentuan / persyaratan-persyaratan dalam perjanjian ini dipenuhi dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan pertanahan yang berlaku,” ungkap Djaka.
Atas tindakan melawan hukum yang dilakukan tergugat, kata Djaka, penggugat sangat dirugikan baik secara materill maupun imateriil.
Sementara itu, Rury Afriansyah selaku Direktur PT Dani Tasha Lestari berharap gugatan yang dilayangkan kuasa hukumnya, Djaka Susanto PH, SH dan Rekan ke pihak tergugat BP Batam bisa di kabulkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam.
“Saya berharap gugatan kami bisa dikabulkan pihak PN Batam,” kata Rury.
Rury menjelaskan, PT Dani Tasha Lestari mendapat pengalokasian lahan seluas 30 hektar dari BP Batam pada tahun 1993 untuk jenis usaha atau kegiatan di bidang Pariwisata guna peruntukan mendirikan Pariwisata dengan hak guna bangunan (HGB) selama jangka waktu 30 tahun dan dapat di perpanjangan lagi sesuai ketentuan yang berlaku dan kerjasama antara PT Dani Tasha Lestari dan BP Batam (penggugat dan tergugat).
Setelah mendapat alokasi lahan tersebut, kata Rury, PT Dani Tasha Lestari sudah membangun Hotel dan sarana pendukung untuk keperluan Pariwisata dengan nama Purajaya Beach Resort (sekarang menjadi Objek Sengketa).
“Alokasi lahan yang kami peroleh diperuntukan untuk pariwisata dengan hak guna bangunan (HGB) selama jangka waktu 30 tahun dan dapat di perpanjangan lagi. Namun saat ini tanpa ada masalah, tiba-tiba pihak BP Batam mengambil alih secara sepihak hak atas objek sengketa ( lahan seluas 30 Ha di Purajaya Beach Hotel). Padahal hak pengelolaan atas lahan tersebut baru akan berakhir pada tahun 2023,” kata Rury.
Penulis: Paskalis RH