Gubernur Kepualauan Riau, Ansar Ahmad, meminta buruh di Kota Batam dapat menghormati proses kasasi Upah Minum Provinsi (UMP) 2021 yang saat ini tengah berjalan di Mahkamah Agung (MA) .
Pernyataan ini, disampaikan Ansar menanggapi terakait Posko Keperihatinan Upah yang didirikan buruh Kota Batam di Taman Aspirasi, Batam Center sejak tanggal 30 Desember 2021 lalu, hingga saat ini.
“Perihal UMP yang masih kasasi mohon dihormati. Saya juga minta teman-teman buruh di Batam untuk bersabar,” kata Ansar Ahmad, Kamis, 13 Januari 2022.
Selain itu, terkait angka UMK 2022 yang dituntut oleh pihak buruh Batam saat ini, menurutnya sudah sesuai dengan hasil perhitungan Keputusan Menteri (Kepmen) nomor 36.
“Angka yang telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi juga berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Batam,” kata dia.
Ansar menegaskan, apa yang telah dirinya tanda tangani, adalah angka yang disetujui dan diajukan langsung oleh Pemko Batam.
Selain itu, desakan buruh yang meminta Gubernur untuk melakukan perubahan angka UMK Batam saat ini, diakuinya melanggar Undang-Undang.
“Aturannya ada. Kita [Pemerintah Daerah] dilarang untuk merubah sendiri angka itu. Ada hukumannya. Saat ini yang bisa dilakukan adalah menunggu hasil putusan MA. Setelah keluar, hal itu akan diteruskan ke seluruh perusahaan untuk segera dilaksanakan,” kata dia.
Anggota Komisi IV DPRD Batam, Mochamad Mustofa, saat ditemui di kantor DPRD Batam, mendesak Gubernur Kepri agar mengeluarkan kebijakan yang tidak mematahkan semangat kaum buruh.
“Pertama revisi UMK 2022, dan kedua keputusan PTUN yang dimenangkan oleh buruh untuk upah di 2021 harus dijalankan,” kata Mustafa.
Mustofa, mengatakan, saat ini pertemuan buruh dengan Komisi IV DPRD Kota Batam sudah dijadwalkan pada 14 Januari 2022 besok.
Namun, karena adanya agenda aksi unjuk rasa yang dilakukan buruh di hari yang sama, pihaknya menyepakati ditunda dan akan dijadwalkan ulang.
“Kami hanya membantu untuk menjelaskan kepada seluruh pemangku jabatan di Pemko Batam, apa yang menjadi tuntutan buruh. Biar semua tak memandang negatif,” katanya.
Pria yang juga pernah mendampingi kaum buruh sebelum duduk di bangku DPRD ini menegaskan bahwa para buruh pasti berbicara berdasarkan koridor hukum yang ada.
“Kalau koridor hukum sudah dipenuhi, maka jangan dipatahkan oleh pihak eksekutif. Pemerintah harusnya menjalankan. Apalagi ia [Gubernur] menggugat hasil PTUN itu ke Mahkamah Agung menggunakan uang rakyat. Bukannya uang pribadi,” tutupnya.