Kuasa Hukum Fanongoni Ndraha, Natalis Zega,SH, berang dengan statement dan pernyataan pihak PT Colamas Indah Sejati yang menyatakan korban telah diikutsertakan dalam Program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Karena tidak adanya itikad baik dari perusahaan dalam hal kecelakaan kerja yang terjadi pada Klien kami Fanongoni Ndraha, 24 Mei 2022, maka persoalan ini telah kita bawa ke ranah hukum dan pada hari Kamis, 30 Mei 2022, kita telah melayangkan surat permohonan untuk dilakukan rapat dengar pendapat (RDP), ke kantor Komisi I dan Komisi IV DPRD kota Batam.
Natalis Zega,SH menambahkan, Adapun dasar kehadirannya ke perusahaan tersebut, setelah adanya kuasa dari kliennya untuk menindaklanjuti permasalahan kecelakaan kerja di perusahaan tersebut.
Dalam peninjauan yang dilakukannya ke PT Colamas Indah Sejati, 20 Juni 2022, Natalis Zega menjelaskan, “Kita menemukan para pekerja di sana tidak diperlengkapi dengan safety saat bekerja, seperti Sepatu safety dan alat pelindung diri, Padahal melihat kondisi dan situasi area kerja, rawan dengan kecelakaan kerja,” katanya.
“Di gudang perusahaan yang bergerak di distributor makanan dan minuman tersebut, terlihat tersusun produk yang mencapai ketinggian minimal 5 meter, ini kan sangat membahayakan bagi pekerja, bila tidak diperlengkapi dengan safety saat bekerja.
Selain itu, Natalis juga meragukan operator forklift di gudang tersebut, apakah telah memiliki lisensi ataupun SIO mengemudi alat berat Forklift atau belum, sehingga operator forklift tersebut bisa lalai dan membahayakan jiwa manusia dalam menjalankan tugasnya,” katanya.
Natalis Zega menjelaskan, berdasarkan keterangan klien dan bukti yang dia dapatkan, Pernyataan perusahaan yang telah mengikutsertakan Kliennya dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak benar, “Klien kami tidak pernah menerima kartu berobat dan kartu Jamsostek yang dimaksud, lebih ironisnya, dalam slip gaji pekerja, ada pemotongan dari upah setiap bulannya, sementara pekerja tidak pernah menerima kartu berobat dan Jamsostek”.
“Upah pekerja setiap bulannya dipotong untuk iuran BPJS kesehatan dan Jamsostek, sementara pekerja tidak pernah diberikan kartunya, ini termasuk penggelapan hak pekerja ini,” sesalnya.
Natalis menjelaskan, “berdasarkan keterangan kliennya, Selain hak-hak normatif lainnya yang tidak dipenuhi oleh perusahaan, salinan kontrak kerja pun tidak pernah diberikan kepada karyawan. Pembayaran upah pun sudah menjadi tradisi bagi pekerja disini apabila upah tertunda pembayarannya satu atau dua bulan baru diterima.untuk itu sangat diperlukan kehadiran pemerintah, khususnya pihak pengawasan dinas tenaga kerja dan anggota DPRD untuk mengevaluasi perusahaan yang diketahuinya tidak memiliki plang nama tersebut.
“Setelah saya menindaklanjuti persoalan ini dan mendatangai perusahaan 20 Juni 2022 lalu, pada malam harinya, pihak perusahaan baru datang ke rumah korban, berarti pihak perusahaan tidak akan pernah mempertanyakan kondisi korban jikalau pihaknya tidak melakukan upaya hukum?” katanya.
Kehadiran pihak perusahaan tersebut hanya membesuk tanpa ada memberikan solusi dalam pengobatan Fanongoni Ndraha. Selanjutnya pihak perusahaan pun memberikan surat anjuran kepada korban untuk berobat ke klinik terdekat pada tanggal 25 Juni 2022 dan surat anjuran berobat kedua pada tanggal 29 Juni 2022, mengapa tidak pada peristiwa kejadian pihak perusahaan memberikan surat tersebut ?, Sebulan setelah peristiwa kejadian baru diberikan surat rujukan berobat, ini kan sangat aneh !,” Sesalnya.
Natalis Zega: “Kondisi korban saat ini sangat memprihatinkan, hidup menumpang dengan keluarga paman yang hanya seorang kuli bangunan”.
Natalis Zega menjelaskan, saat ini kondisi korban Fanongoni Ndraha sangat memprihatinkan, selain kondisi luka kaki kanannya yang hampir membusuk, kondisi ekonomi keluarga untuk menghidupi istri dan tiga anaknya pun sudah memberatkan. Demi meminimalisir pengeluaran rumah kontrakan, saat ini, Kliennya tersebut pun terpaksa menumpang hidup di rumah keluarga pamannya yang hanya berprofesi sebagai kuli bangunan.
“Jadi terkait permintaan kompensasi Rp600 juta yang dimaksudkan olehnya, karena tidak adanya itikad baik dari pihak perusahan mulai terjadinya kecelakaan kerja, nilai seperti itu sudah sangat murah bila dibandingkan dengan Keselamatan jiwa klien kami,” katanya.