BATAM – Berlarutnya penyelesaian kasus tumpahan minyak Montara yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT), membuat kesal Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
Untuk itu ia berharap, calon pemimpin yang akan datang harus mampu menyelesaikan kasus yang merugikan masyarakat NTT yang terus bergulir sejak 2009.
“Terus terang saya kesal ini. Karena seharusnya selesai sebelum zaman Presiden Jokowi, tapi ya sudahlah kita enggak usah cari yang lalu. Kalaupun nanti pergantian pemimpin yang akan datang, ya enggak apa-apa tetap terusin,” katanya dalam konferensi pers secara hybrid , Kamis (24/11/2022).
Perusahaan minyak dan gas bumi (migas) Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) setuju membayar ganti rugi pencemaran Rp 2 triliun (192,5 juta dolar Australia).
Ini merupakan kompensasi atas tumpahan migas dari ladang Montara di Laut Timor yang merembes hingga ke perairan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Atas putusan pengadilan, mereka akan membayar AUD 192,5 juta, atau US$129 juta,” kata Menko Marinves.
Dikatakan, uang kurang lebih Rp 2 triliun itu di luar ganti rugi terhadap kerusakan lingkungan. Uang tersebut merupakan ganti rugi bagi nelayan dan petani rumput laut yang terdampak tumpahan minyak di Laut Timor.
Sepakat Bayar
Sebelumnya, seperti ditulis energyvoice.com , manajemen PTTEP sudah sepakat membayar ganti rugi atas insiden pada 21 Agustus 2009 lalu di perairan Australia. Ledakan ladang migas itu kemudian mencemari Laut Timor hingga pesisir pantai selatan wilayah NTT.
Operator kilang migas Montara adalah Jadestone Energy yang berbasis di Singapura setelah diakusisi dari PTTEP yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN) negara gajah putih itu pada 2018.
Ketua Satgas Penanganan Kasus Tumpahan Minyak Montara, Purbaya Yudhi Sadewa, menyebut tadinya PTTEP hanya mau membayar kepada satu orang dengan nominal ratusan dolar. Namun PTTEP kalah di pengadilan hingga mau berunding dengan Indonesia.
Perusahaan minyak dan gas bumi (migas) Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) setuju membayar ganti rugi pencemaran Rp 2 triliun (192,5 juta dolar Australia). Ini merupakan kompensasi atas tumpahan migas dari ladang Montara di Laut Timor yang merembes hingga ke perairan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Saat ini tim satuan tugas di NTT sedang mengumpulkan feedback ke masyarakat atas hasil ini. Menurut Purbaya, kemungkinan masyarakat akan setuju dengan jumlah ganti rugi.
Pembudidaya Rumput Laut
Dikatakan, tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor dan berdampak pada ratusan ribu nelayan dan pembudidaya rumput laut.
Rencananya, masing-masing nelayan yang terdampak akan memperoleh AUD 6 ribu-AUD 7 ribu. Jumlah ini setara dengan Rp 63 juta-Rp 73,5 juta.
Sebelumnya pada 24 Juni 2021 media memberitakan, sudah 13 tahun berlalu, masyarakat NTT belum juga menerima kompensasi dari dampak tumpahan minyak Montara.
Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni, mendesak Pemerintah Australia-Thailand dan PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia segera membayar kompensasi penuh kepada seluruh rakyat NTT.
Ferdi yang menyuarakan kasus itu sejak 2009 lalu mengungkapkan, tumpahan minyak di perairan Pulau Timor itu menyebabkan petani rumput laut di 13 daerah di NTT mengalami kerugian Rp 164 triliun karena kehilangan mata pencaharian. (*)