Sidang gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum 2 ini seyogianya digelar pada Rabu, 15 Juni 2022, namun ditunda karena ketua majelis hakim bertugas ke luar kota.
Dalam Persidangan kali ini, Pihak Tergugat 1 dan 2 menghadirkan ahli Abdul Wahid Oscar, ahli yang dihadirkan tersebut merupakan mantan seorang hakim serta eks Badan Pengawas Mahkamah Agung.
Dalam persidangan Oscar menerangkan pengalamannya dalam menangani perkara terkait gugatan perdata.
Awal keterangannya, Oscar menjelaskan kepada kuasa hukum Tergugat 1 dan 2 yakni Jaksa Pengacara Negara (JPN), Ponco Santoso, bahwa produk dari pemeriksaan persidangan ada dua yaitu putusan dan penetapan.
Dua-duanya wajib dilaksanakan oleh penuntut umum. Penetapan tersangka hanya oleh penyidik, kemudian penuntut umum untuk penuntutan itu menggiring tersangka yang dihasilkan oleh penyidikan kemudian ke dakwaan lalu diproses persidangan setelah diputus dibawa ke lapas dan kalau bebas dibebaskan,” kata Oscar.
Tapi, lanjutnya, hakim pemimpin persidangan tidak memiliki kewenangan menetapkan tersangka.
“Namun ada satu pasal di KUHAP yang menyatakan manakala dalam persidangan saksi diduga melakukan sumpah palsu maka hakim berwewenang untuk memerintahkan kepada jaksa supaya orang ini diproses dan diperiksa atas perbuatan sumpah palsu, hanya sumpah palsu,” kata Oscar.
Selanjutnya, Oscar menerangkan soal perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) itu sumbernya dari lex specialis Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
“Unsurnya ketika ada perbuatan-perbuatan itu bertentangan hukum, melanggar hukum, perbuatan itu menimbulkan kerugian, ada kesalahan, dan ada hubungan kasus antara kerugian dengan kesalahan,” katanya.
Dalam keterangannya, ia mengaku baru kali pertama menemukan perkara dengan dasar gugatan bahwa tidak dijalankannya putusan hakim dalam kasus yang terjadi pada 19 tahun lalu itu terhadap dua tersangka lain yakni CH dan AF dalam kasus ini.

Menanggapi Oscar, kuasa hukum Tergugat 1 dan 2 yakni JPN Ponco mengaku bahwa semua proses telah dilakukan pada tahun 2020. Mulai diterimanya surat penetapan dan diserahkan ke penyidik.
Lalu Ponco bertanya ke Oscar, “Apakah bisa dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum?”
Sebelum ahli menerangkan, ketua majelis hakim Medi Rapi Batara Randa SH MH langsung bertanya balik, “Walaupun sampai sekarang tidak ada bukti dari tergugat?”
“Tidak ada bukti surat kalau menerima penetapan itu 2020, tidak ada bukti yang diserahkan tergugat. Itu baru pernyataan kemudian ditindaklanjuti. Penetapan hakim yang dibacakan di persidangan itu wajib dilaksanakan,” kata hakim Medi.
Oscar mengamini hal itu. “Penetapan hakim yang dibacakan di muka persidangan wajib dilaksanakan Jaksa Penuntut umum walaupun tidak diberikan secara fisik,” katanya.
Kuasa hukum kepolisian (Tergugat 3) yakni AKBP Darson Samosir menjelaskan bahwa awal kejadian di tahun 2002, penyidik telah menetapkan 7 tersangka dan 2 sudah diputus inkracht dan sudah bebas sedangkan 5 lagi masih buron sampai saat ini.
“Di segi penetapan, berdasarkan aturan kami sudah melakukan penyelidikan, penyidikan sudah gelar namun seiring waktu akhirnya muncul gugatan perdata perbuatan melawan hukum. Kami merasa terganggu karena kami sudah melakukan sesuai prosedur hukum. Tolong jelaskan dulu sama kami dimana melanggar hukumnya,” kata Darson.
Satu hal perbuatan melawan hukum di perdata (Onrechtmatigedaad) sementara perbuatan melawan hukum pidana (wederrechtelijke daad), wederr di luar dari suatu aturan tertulis. Jadi kalau dibenturkan maka pertama sekali bahwa perbuatan melanggar hukum pidana, orang dianggap melanggar hukum pidana apabila yang dilanggar itu ketentuan tertulis. Bila tidak tertulis tidak bisa, harus ada ketentuan tertulis,” kata Oscar.
“Hanya satu kesalahannya tidak berhasil melakukan penyidikan, itu yang dianggap seolah-olah tidak melaksanakan,” kata Oscar.
Oscar menilai gugatan ini menarik karena sepanjang pengalamannya belum pernah menemukan perkara seperti ini.
“Sepanjang pengalaman saya belum pernah menemukan seperti ini karena semua prosedur saya lakukan,” katanya.
Menanggapi Oscar, hakim Medi juga menyampaikan bahwa perkara tersebut memang menarik.
“Dari suatu proses pidana yang didalilkan oleh penggugat bahwa ada prosedur yang salah di situ, pejabat dalam hal ini ada kelalaian di sana jadi agak susah kita membatasi karena asal muasalnya itu dari proses perkara. Ahli tadi mengatakan hanya dalam hal sumpah palsu itu bisa ditetapkan tersangka, kemudian muncul tiba-tiba penetapan tapi tentunya saya pastikan bahwa tidak mungkin dikeluarkan penetapan itu tanpa sebab,” katanya.
Kalau menurut logika dari dakwaan penuntut umum pada persidangan pidana sebetulnya nama saksi yang dijadikan tersangka disebutkan dan dia terlibat itu disebutkan dalam dakwaan,” kata Medi lalu menutup persidangan sekira pukul 16.30.
Sebagai informasi, Robiyanto membuat gugatan perdata ini karena menurutnya belum dijalankannya dua penetapan hakim terkait pembunuhan ayahnya yakni Taslim alias Cikok 20 tahun silam.
Kedua penetapan itu bernomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK dan 31/PID.B/2003/PN.TPI.TBK yang masing-masing menetapkan DU alias AE alias CH (Turut Tergugat 1) dan Af alias KF (Turut Tergugat 2) sebagai tersangka dan harus dilanjutkan proses penyidikannya.
Diwawancarai usai persidangan, kuasa hukum Robiyanto, Jhon Asron Purba SH dan Hasoloan Siburian SH mengapresiasi Oscar yang hadir sebagai ahli.
“Keahliannya cukup luar biasa, beliau sangat tegas mengatakan penetapan yang diucapkan di pengadilan itu sekaligus surat pemberitahuan bahwasanya penetapan itu telah sampai,” kata Jhon di PN Karimun.
Selain itu, lanjutnya, dalam persidangan juga dijelaskan bahwa penetapan itu telah sampai dan tidak ada upaya dari jaksa terhadap penetapan itu dan ahli mengatkan bahwa penetapan tersebut wajib untuk dilaksanakan.
Selanjutnya, tambah Jhon, ahli juga menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan para tergugat dalam memproses dua penetapan hakim di tahun 2003 itu tergantung perspektif dari majelis hakim, apakah termasuk perbuatan melawan hukum atau tidak. “Tapi yang jelas itu tidak patut atas proses tadi, itu yang kita simak sama-sama kita dengar dari ahli,” kata Jhon.
Jhon Asron Menambahkan, “Saksi ahli tergugat tadi menyatakan selama 40 tahun karirnya belum pernah menemukan perkara seperti ini. “Penetapan hakim tidak dijalankan,” katanya.
Kemudian, ia merespons keterangan ahli di meja persidangan mengenai hal pemenuhan tuntutan terhadap suatu perkara perbuatan melawan hukum berdasarkan unsur materil dan regulasi.
“Ini PMH perdata, artinya tidak adapun regulasinya, itu tidak patut perbuatan itu, maka bisa kita tuntut kerugiannya (materil),” katanya.
Dari keterangan ahli juga, Jhon menilai seakan membantah dalih dari para tergugat yang menyebut tidak menerima salinan penetapan yang menyatakan CH dan AF sebagai tersangka kasus pembunuhan.
“Beliau (ahli) menyatakan penetapan yang diucapkan di pengadilan, itu sekaligus surat pemberitahuan bahwasanya penetapan itu telah sampai,” katanya.
“Lalu penetapan itu sampai dan tidak ada upaya dari Jaksa untuk menjalankan itu, maka wajib dilaksanakan. Kemudian perbuatan seperti ini tergantung perspektif majelis hakim, yang jelas tidak patut,” kata dia.
Dikatakannya, objek gugatan dalam perkara ini sangat tepat jika ditujukan kepada Presiden sebagai pucuk pimpinan pemerintahan yang membawahi Kepolisian dan Kejaksaan.
“Jaksa Agung dan Polri itu membantu dan atasannya itu Presiden, karena bertanggung jawab terhadap Presiden sesuai KUH Perdata 1367 adalah bahwa majikannya adalah Presiden,” kata dia.