JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia menyoroti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah disahkan DPR. PBB mengaku prihatin dengan sejumlah ketentuan yang tertuang dalam KUHP baru tersebut.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia seraya menyambut baik modernisasi dan pemutakhiran kerangka hukum Indonesia, mencatat dengan keprihatinan adopsi ketentuan tertentu dalam KUHP yang direvisi yang tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia, termasuk hak atas kesetaraan,” tulis lembaga tersebut salam situs resmi PBB Indonesia, Kamis (08/12/2022).
Ada masalah kesetaraan dan privasi yang menjadi catatan keprihatinan PBB, juga soal kebebasan beragama, jurnalisme, dan minoritas seksual/gender.
“PBB khawatir beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia,” kata PBB.
KUHP versi baru ini dinilai berisiko mendiskriminasi perempuan, anak, dan minoritas seksual, juga berisiko meningkatkan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender.
Bahkan menurut PBB, hasil kerja wartawan juga bisa berbuntut kriminalisasi ke pembuatnya bila KUHP ini diterapkan. “Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers,” jelas PBB.
Dalam keterangannya PBB juga menyoroti sejumlah aturan lain yang berpotensi melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan. Aturan dalam KUHP, kata PBB juga dapat melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut agama atau kepercayaan minoritas.
PBB kemudian meminta pemerintah untuk tetap terlibat dalam dialog konsultatif terbuka dengan masyarakat sipil yang lebih luas. Hal ini guna memastikan bahwa proses reformasi sejalan dengan komitmen global Indonesia dan juga TPB.
“PBB siap untuk berbagi keahlian teknisnya dan membantu Indonesia dalam upayanya untuk memperkuat kerangka legislatif dan kelembagaannya, menjamin semua individu di negara ini untuk menikmati semua hak yang diatur dalam konvensi dan perjanjian internasional yang diikuti,” tulis PBB.
Tanggapan Jubir RKUHP
Juru bicara (Jubir) RKUHP Albert Aries langsung menanggapi PBB yang menyoroti sejumlah pasal yang tertuang di KUHP baru. Dalam keterangannya, menilai tidak tepat jika KUHP baru Indonesia tidak sesuai dengan HAK Asasi Manusia (HAM).
Ia menyebut, pemerintah menghormati concern PBB atas isu-isu kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, dan jurnalisme. Menurutnya, KUHP baru Indonesia juga mengatur semua itu.
“Atas dasar itulah KUHP mengatur semuanya dengan memperhatikan keseimbangan antara hak asasi manusia dan juga kewajiban asasi manusia. Perlu kami tegaskan bahwa KUHP sama sekali tidak mendiskriminasi perempuan, anak, dan kelompok minoritas lainnya, serta pers, sebab seluruh ketentuan terkait berasal dari KUHP sebelumnya yang sudah sedapat mungkin disesuaikan dengan misi dekolonisasi, demokratisasi, dan modernisasi yang diusung oleh KUHP,” papar Albert.
Selain itu, penyusunan KUHP juga sudah melibatkan masyarakat sipil secara maksimal. Pembentukan KUHP baru bukan lagi karena tenggat waktu, tapi kebutuhan pembaruan hukum pidana dan sistem pemidanaan modern.
“Untuk menghormati prinsip-prinsip hukum umum yang berlaku universal, KUHP bahkan telah mengadopsi substansi dari the Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950), the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984,” ujarnya.(*)
Sumber: Bisnis.com dan DetikNews