Kasus pertanahan di Kota Batam hingga saat ini masih banyak terjadi. Tak jarang kasus tersebut juga melibatkan Badan Pengusaha (BP) Batam dengan perusahan.
Salah satunya yang dialami oleh PT Dhani Tasha Lestari (DTL). Di mana pihakmya telah melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam karena BP Batam telah melawan hukum dengan mengambil alih lahan secara sepihak, hak atas objek sengketa (lahan seluas 30 Ha di Purajaya Beach Resort) di Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam 2020 lalu.
Salah satu anggota Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah, Jonni Hermanto memberikan komentar terkait polemik pertanahan tersebut.
Joni mengatakan, Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam harusnya bertugas melayani investor dalam penyediaan lahan investasi.
Jika terindikasi meghambat investasi, pihaknya mengusulkan agar Presiden RI merevisi jabatan Ex Officio.
”Itu [menarik lahan secara sepihak] tidak boleh. Kan ada aturannya, PP itu kan, tentang Ex Officio. Di dalamnya ditegaskan bahwa Ex Officio itu melayani. Sifatnya sementara. Melayani, bukan penindakan,” kata Jonni Hermanto, Kamis, 28 April 2022.
Menurut dia, seharusnya ketika investor ingin melanjutkan penggunaan lahan, diberi pelayanan dengan mudah. Bukan malah diambil alih sepihak.
“Jika investor masih akan melanjutkan pengelolaan lahan, seharusnya diberikan. Dia [Kepala BP Batam] kok buat aturan sendiri? Kan aturannya sudah jelas, Keppresnya juga ada,” kata Jonni.
Dia menegaskan, Kepala BP Batam harusnya mendukung investasi.
”Kalau semua dibuat begitu [penarikan lahan secara sepihak], kapan majunya Batam?,” kata dia.
Mediasi PT DTL vs BP Batam Gagal
Sebelumnya, upaya mediasi antara PT DTL, pemilik dan pengelola Hotel Pura Jaya, Nongsa, Batam dengan BP Batam dilakukan oleh mediator Pengadilan Negeri (PN) Batam, Lia Herawati, pada Jumat, 22 April 2022 lalu.
BP Batam dihadiri oleh kuasa hukumnya, Juanda, Putra Manalu dan Anggi. Sementara kuasa hukum PT DTL diwakili oleh Martina.
Dalam mediasi, Martina menjelaskan bahwa PT DTL meminta tiga poin, sebagaimana dituangkan dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Tuntutan itu tertuang dalam pokok perkara, yang intinya konsekuensi pencabutan lahan merugikan PT DTL, sehingga perbuatan BP Batam itu diminta dihukum.
Dalam pokok perkara, DTL meminta pengadilan menghukum BP Batam, antara lain: (1) Pengadilan mencabut Pembatalan Alokasi Lahan seluas 20 hektar milik PT Dani Tasha Lestari, (2) Membayar kerugian materil PT Dani Tasha Lestari sebanyak Rp294,3 miliar, dan kerugian imaterial sebanyak Rp500 miliar, dan (3) Memerintahkan BP Batam tidak menerbitkan alokasi baru di atas objek sengketa atas nama pihak lain, serta memproses perpanjangan uang wajib tahunan (UWT) sebagai dasar keberlangsungan sertifikat milik PT Dani Tasha Lestari atas penguasaan dan pengelolaan lahan seluas 20 hektar yang sedang disengketakan.
Bukan itu saja, dalam berkas yang telah disampaikan ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam, PT DTL meminta Sita Jaminan yang tidak kecil. Yakni untuk menjamin terlaksananya putusan a-quo dan menghindari kerugian yang lebih besar pagi penggugat, maka penggugat juga memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara a-quo dapat diletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag) terhadap tanah dan bangunan milik tergugat yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman nomor 1 Batam Centre, Batam Kota, Batam.