BATAM – Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) akan mengoptimalkan peran anggaran pemerintah untuk meredam dampak resesi global tahun 2023. Anggaran pemerintah akan disiapkan untuk membangkitkan optimisme sekaligus menjaga kewaspadaan untuk menghadapi resesi global.
“Tugas pertama yang diberikan Presiden adalah bagaimana rakyat harus bisa dapat uang, terutama dari jalur pemerintah dan investasi,” ujar Kepala BP Batam Muhammad Rudi di Golden View Hotel beberapa waktu silam.
Perekonomian global tahun depan diperkirakan penuh awan gelap. Krisis keuangan, pangan, dan energi global yang terjadi saat ini, ditambah tekanan inflasi menjadikan dunia dibayangi ancaman resesi.
Ekonomi Batam sendiri memiliki keterikatan erat dengan kondisi global. Dimana industri manufaktur dan penunjangnya sangat bergantung dengan pasar global. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tiga negara mitra dagang utama Batam adalah Singapura, Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Ekonom Maybank Chua Hak Bin mengatakan, perekonomian Singapura juga sangat terbuka. Sehingga ketidakpastian global akan langsung berimbas kepada negara tujuan ekspor utama Batam tersebut.
Karena itu, ketika terjadi penurunan permintaan dari pasar global akibat resesi dan inflasi, industri di Batam yang akan lebih merasakan ketimbang perusahaan yang beroperasi di daerah lain.
Situasi ini mendorong pemerintah harus memikirkan alternatif lain untuk meredam dampak resesi global. BP Batam sendiri berencana menggunakan anggaran pemerintah untuk sebagai salah satu instrumen.
“Dari jalur pemerintah, maka seluruh kegiatan pemerintah, pembangunan, modal menjadi nomor satu. Supaya yang nganggur bisa bekerja,” ungkap Rudi.
Dia berharap dapat menjaga daya beli di Batam dengan mengeluarkan anggaran pemerintah. “Kalau bisa uang pemerintah dikeluarkan, maka kemampuan beli sudah akan diselesaikan,” paparnya.
Lirik Potensi Pasar Domestik
Ketua Bidang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Tjaw Hioeng mengatakan, pemerintah harus menyiapkan sejumlah antisipasi. Agar kinerja ekonomi Batam yang saat ini bergantung pada kondisi global, tidak terpukul akibat berkurangnya permintaan pasar global.
Batam adalah kawasan dengan orientasi ekspor. Karena itu, Batam sangat bergantung pada permintaan di negara-negara tujuan ekspor. Saat ini, mitra dagang utama Batam adalah Singapura dan Amerika Serikat (AS).
“Jika kedua negara tersebut terkena dampak resesi, maka sudah pasti akan mempengaruhi kinerja ekspor Batam,” paparnya.
Salah satu solusi yang dapat menolong Batam adalah dengan mengoptimalkan pasar domestik. Menurut Tjaw, langkah ini sekaligus dapat menjadi solusi untuk mengurangi beban impor Indonesia.
Melalui fasilitas Inland Free Trade Agreement (FTA) ini, maka industri Batam dapat menyasar konsumen domestik. Aturannya tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) no. 13 tahun 2015 tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri.
Sayangnya, sejumlah syarat dalam aturan tersebut masih belum cukup menarik. Salah satunya kewajiban Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen di dalam produk dari sektor penerima fasilitas inland FTA. Syarat ini masih sangat sulit untuk diterapkan.
Sejumlah produk industri Batam yang tak memenuhi syarat, harus dikenakan bea masuk sebesar 10 persen, tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2,5 persen dan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.
Dengan kalkulasi tersebut, maka produk Batam tidak akan mampu bersaing dengan produk yang dari negara lain.
“Jangan sampai produk yang sama diproduksi di Batam, tapi kalah saing dari sisi taxnya dengan produk yang disupply dari negara tetangga kita. Masih ada waktu untuk merivisi aturan inland FTA ini,” jelasnya. (*)