Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengungkapkan, terjadi lonjakan peningkatan kasus nasional, setidaknya selama enam minggu terakhir ini, terutama di tujuh provinsi di Pulau Jawa-Bali. Perkembangan kasus Covid-19 secara nasional masih didominasi provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Bali.
Terkait hal itu diperlukan dua langkah strategis agar penambahan kasus di daerah terkendali. Untuk itu Pemerintah Daerah (Pemda) diminta berupaya lebih keras dalam melakukan penanganan. Karena jika hanya dengan upaya memperlambat naiknya kasus, maka tidak akan cukup.
“Meskipun berat, Pemerintah Daerah harus mengusahakan agar tidak ada lagi penambahan kasus dalam dua minggu ke depan, atau kenaikan kasusnya sama dengan nol,” kata Wiku saat memberikan Keterangan Pers Perkembangan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Kamis, 10 Februari 2022.
Dikatakan, untuk lebih jelasnya, Pemda perlu mempelajari pentingnya kondisi dan sebaran kasusnya, yang akan berdampak besar terhadap penanganan di wilayahnya. Data perkembangan per 6 Februari 2022, menunjukkan kenaikan kasus mingguan nasional terjadi merata di seluruh provinsi Pulau Jawa-Bali.
Di antaranya, DKI Jakarta naik 42% dari angka mingguan nasional, akibat kasus naik 138 kali lipat; Jawa Barat 23,5% kasus dengan kenaikan lebih cepat yaitu 336 kali lipat; Banten 14,31% dengan kenaikan kasus tercepat yaitu 620 kali lipat; Jawa Timur 5% kasus dengan kenaikan 83 kali lipat; Bali 5% kasus dengan kenaikan 392 kali lipat, Jawa Tengah 3% kasus dengan 67 kali lipat serta Daerah Istimewa Yogyakarta menyumbangkan 1% kasus dengan kenaikan 51 kali lipat.
Pembatasan Aktifitas
Jika melihat data tersebut, terutama pada tujuh daerah yang kasusnya meningkat cepat seperti Banten, Bali, dan Jawa Barat, maka pentingnya melakukan pembatasan aktivitas masyarakat sebagaimana kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3.
Dalam upaya menekan laju kasus, Wiku kembali menegaskan pentingnya menerapkan dua strategi kunci pengendalian Covid-19. Pertama, pengendalian kasus pada daerah penyumbang kasus tertinggi sebagai hotspot penularan, dan kedua, pengendalian mobilitas agar kasus pada daerah hotspot tidak meluas. “Saya ingin menekankan kembali bahwa dua strategi kunci ini penting dalam pengendalian kasus sesuai kondisi kasus yang masih terpusat di wilayah Jawa dan Bali,” katanya.
Dijelaskan, untuk strategi pertama, daerah dengan kondisi kasus yang tinggi harus segera melakukan langkah pembatasan aktivitas masyarakat, sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No.9 Tahun 2022 terkait PPKM Level 1-3 di Wilayah Jawa-Bali.
Strategi kedua, yakni pengendalian mobilitas agar kasus pada daerah hotspot, terutama pada wilayah aglomerasi seperti DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Keberhasilan di wilayah ini menentukan perlindungan terhadap wilayah lain yang kasusnya belum tinggi. Sebab, lolosnya orang positif dari daerah hotspot dapat berkontribusi naiknya kasus di daerah lain.
“Hal ini tentunya tidak hanya berlaku untuk perpindahan antarprovinsi dan antarpulau, namun juga pada daerah dalam satu kawasan aglomerasi,” kata Wiku.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan dari daerah hotspot ialah melakukan testing terhadap pelaku perjalanan. Testing dapat menentukan mobilitas yang aman, karena dapat mengenali status orang positif. Juga, pengawasan terhadap status positif pelaku perjalanan harus betul-betul dilakukan, baik pada fasilitas transportasi jarak jauh seperti pesawat, kapal dan berbagai moda transportasi darat, maupun penggunaan PeduliLindungi sebagai screening aktivitas dan mobilitas jarak dekat.