JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah kompak memberikan sinyal setuju mengubah batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diatur di UU Pemilu dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Perwakilan DPR dan pemerintah memberikan keterangan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 1 Agustus 2023. DPR diwakili Anggota Komisi III DPR Habiburokhman dan pemerintah diwakili Staf ahli Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) Togap Simangunsong, demikian dilansir dari CNN Indonesia .
Habiburokhman lebih dulu memberikan keterangan. Awalnya, ia menjelaskan pembatasan minimal usia capres dan cawapres penting agar orang yang akan menduduki jabatan tersebut bisa menjalankan tugas dan kewajibannya secara bijak kepada masyarakat dan bangsa serta negara.
Dikatakan, batasan minimal usia itu juga berguna sebagai parameter untuk menentukan seseorang dengan batas usia tertentu dianggap sudah memiliki kapasitas atau kemampuan baik dari segi intelektualitas, spiritualitas, dan emosi.
Anggota Fraksi-Fraksi Partai Gerindra ini meyakini reformasi birokrasi dituntut bisa menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat dalam lingkup nasional maupun global. Oleh sebab itu, kata dia, dibutuhkan pemimpin yang mumpuni dan berpengalaman.
“Banyaknya tantangan dan kompleksitas yang harus dihadapi dalam memimpin negara dengan luas wilayah dan penduduk demikian besar, tentu tidak dibutuhkan yang memiliki pengalaman buruk sebagai penyelenggara negara,” ujarnya.
Kebijakan Hukum Terbuka
Habiburokhman menyampaikan penetapan batas usia minimal untuk jabatan dalam pemerintahan juga merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. Namun, dalam beberapa putusan MK, terdapat pergeseran pendirian.
Dari beberapa putusan MK, ia melihat, mahkamah akan mengubah batasan usia yang telah berlaku jika dalam keadaan mendesak atau sangat penting. Beberapa yang menjadi pertimbangan MK untuk mengubah itu yakni jika aturan saat ini jelas melanggar nilai moralitas, bertentangan dengan hak politik hingga melanggar UUD 1945.
Meski demikian, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga menjelaskan beberapa pertimbangan yang mengisyaratkan sinyal persetujuan batas usia minimal cawapres diubah. Pertama, terkait bonus demografi dan kesempatan anak muda menduduki jabatan tinggi di sebuah negara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), Indonesia memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara 2020-2030. Penduduk usia produktif yang lebih banyak itu akan berperan banyak dalam pembangunan negara.
“Jumlah penduduk produktif menyediakan sumber tenaga kerja, pelaku usaha dan konsumen potensial yang sangat berperan dalam percepatan pembangunan,” katanya.
“Sebab itu penduduk usia produktif dapat berperan serta dalam pembangunan nasional di antaranya untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres,” lanjutnya.
Sinyal kedua yang diungkapkan Habiburokhman yaitu dengan membeberkan banyak negara yang juga menerapkan batas usia minimal capres dan cawapres 35 tahun.
“Mengacu pada aturan yang ada di berbagai negara di dunia yang mengatur syarat usia minimal pencalonan capres cawapres 45 negara di dunia memberikan syarat minimal 35 tahun,” tambahnya.
Pendapat Perwakilan Pemerintah
Hal senada juga disampaikan perwakilan pemerintah yang disampaikan Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Togap Simangunsong. Ia mengatakan ketentuan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
“Mengandung makna bahwa siapa pun WN memiliki hak yang sama untuk mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memerhatikan penalaran logis atas kemampuan melaksanakan tugas-tugas kenegaraan,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan UUD 1945 tidak menentukan batas usia minimum tertentu sebagai kriteria yang berlaku umum untuk jabatan pemerintahan. Aturan itu diserahkan kepada pembentuk undang-undang.
“Mungkin saja batas usia bagi keikutsertaan WN dalam jabatan/aktivitas pemerintahan diubah sewaktu-waktu oleh pembentuk Undang Undang (UU) sesuai kebutuhan perkembangan yang ada. Hal itu sepenuhnya kewenangan pembentuk UU yang tidak dilarang,” ucapnya.
Namun baik DPR maupun pemerintah mengaku tetap menyerahkan sepenuhnya kepada hakim Mahkamah Konstitusi.
Respon Hakim MK
Keterangan dari DPR dan pemerintah itu direspons Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Hakim Konstitusi, Saldi Isra, dari penjelasan dua belah pihak (DPR dan Pemerintah) itu menunjukkan setuju agar UU itu diubah. Ia pun menyentil agar permasalahan batas usia minimal jabatan capres dan cawapres tidak perlu disidangkan di MK.
“Kalau dibaca implisit, walaupun menyerahkan pada kebijaksanaan yang mulia hakim konstitusi, ini kan bersayap, dua-duanya mau,” ujar Saldi.
“Kalau DPR dan pemerintah setuju, mengapa tidak diubah saja UU, tidak perlu melempar isu ini ke MK untuk diselesaikan. Kelihatan pemerintah juga setuju, diubah saja di DPR,” ujarnya.
Gugatan soal batas minimal usia capres dan cawapres dilayangkan tiga pihak ke MK. Gugatan pertama diajukan Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi. Gugatan kedua, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana sebagai pemohon dan Desmihardi dan M. Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum.
Gugatan ketiga dilayangkan Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dengan kuasa hukum Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman. (*)