BATAM – DPRD Kepri dan SPAM Batam sejatinya akan mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) di Graha Kepri, Selasa (24/01/2023) membahas perihal pemadaman air yang terjadi di wilayah Batam Center dan Nongsa selama tiga hari berturut.
Namun hal itu batal dilakukan, karena adanya Rapat Paripurna Anggota DPRD Kepri yang tidak bisa ditinggalkan. Sehingga RDP itu dijadwalkan ulang kembali untuk Februari mendatang.
Ketua Komisi II DPRD Kepri Wahyu Wahyudin mengatakan, yang menjadi konsen RDP kali ini adalah masalah kompensasi dan komitmen SPAM Batam terhadap pelayanan air.
“Pertama, kami menanyakan kompensasi dari pemutusan air terhadap warga. Kenapa kok bisa ada pemutusan air, dan yang kedua komitmen,” ujar Wahyu saat dihubungi HMSTimes.com melalui sambungan seluler, Selasa (24/01/2023).
Menurutnya, jika mau ada pemutusan sampai berhari-hari maka harus ada subsidi, seperti menyiapkan tanki air dan pemberitahuan untuk masyarakat, maupun kompensasi.
Adapun itu, lanjut Wahyu, untuk kompensasi bisa berupa pemotongan atau pengurangan pembayaran tagihan air. “Pemotongan atau pengurangan pembayaran tagihan air, bisa sebagai wujud kompensasi dari SPAM BP Batam,” terangnya.
Ia menambahkan, pelayanan SPAM Batam harus ditingkatkan seperti tidak boleh berlama-lama melakukan pembangunanan atau penggantian pipa-pipa yang lama dengan yang baru.
Jika pun harus memakan waktu, masyarakat harus segera diinformasikan sebelumnya agar lebih bersiap sebagai langkah antisipasi.
“SPAM BP Batam harus mempersiapkan diri [punya alternatif] supaya air tetap lancar, walau harus ada pemadaman air. Contohnya, bisa bekerja sama dengan pihak swasta untuk penyediaan tangki air,” tutur Wahyu.
Terpisah, Kepala Ombudsman RI perwakilan Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari juga pernah menyebutkan, bahwa masyarakat bisa menuntut ganti rugi kepada SPAM Batam.
“Warga bisa menuntut ganti rugi ke pengelola air yakni SPAM BP Batam atau PT MOYA, karena selama ini dirugikan dengan pengelolaan air yang buruk,” ungkap Lagat. (Dwi Septiani)