JAKARTA – Dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, masing-masing Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menyoroti konflik antara masyarakat dan aparat keamanan serta pemerintah di Pulau Rempang, wilayah Pemerintah Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Hingga kini sejak terjadi bentrok pada 7 September dan Senin, 11 September 2023 suasana di lapangan masih dianggap belum cukup kondusif. Perlu langkah jangan sampai konflik berlanjut.
Oleh sebab itu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi atau Gus Fahrur, meminta proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau itu dihentikan sementara, lantaran telah memicu konflik lahan dan bentrok antara warga dengan aparat berseragam.
Menurutnya, pembangunan kawasan Rempang Eco City itu perlu ditinjau ulang. “Kita sudah mengeluarkan statement agar dihentikan sementara untuk ditinjau ulang, kedepankan musyawarah dan negosiasi,” kata Gus Fahrur kepada media Kamis, 14 September 2023.
Sehari sebelumnya Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) & Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga mengecam langkah pemerintah menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau, demi kepentingan investor.
“Pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023, ini sangat memalukan,” demikian pernyataan tertulis yang disampaikan Ridho Al Hamdi, ketua lembaga tersebut.
Ia juga meminta pemerintah menghentikan sementara proses pengukuran lahan. Mengimbau pemerintah memaksimalkan upaya dialog dan musyawarah bersama masyarakat.
Evaluasi Pelaksanaan PSN
Sedangkan dari PBNU, Gus Fahrur juga meminta pemerintah mengevaluasi kembali pelaksanaan PSN di Pulau Rempang, agar benar-benar memberikan kemakmuran rakyat secara luas.
“Tidak memaksakan relokasi sebelum hal tersebut berjalan optimal,” katanya.
PBNU juga meminta pemerintah memberi santunan dan biaya pengobatan bagi warga yang menjadi korban dari bentrokan di kawasan sekitar Pulau Rempang.
“Aparat keamanan harus menghormati hak asasi warga negara atas tanahnya, terutama hak atas keadilan dan perlakuan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai amanat UUD 1945 dan Pancasila,” tegasnya
Terpisah, Ketua PBNU Mohammad Mukri pun mengimbau pemerintah berhati-hati menyikapi persoalan di Rempang. Ia menekankan prinsip keadilan dan aspirasi dari masyarakat harus diperhatikan saat menyikapi persoalan tersebut.
Dikatakan, persoalan agraria di Rempang ini kemungkinan akan dibahas sebagai salah satu rekomendasi di Munas dan Konbes NU di Cilangkap, Jakarta pekan depan.
“Maka tak tertutup kemungkinan nanti itu masuk rekomendasi. Itu masuk kemasyarakatan. Ada problem sosial kemasyarakatan. Itu jadi konsen NU,” tambahnya.
Menuai Protes
Konflik lahan atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco-City telah menuai protes dari ribuan warga di sekitar pulau yang menolak proyek tersebut.
Bentrok antara warga dengan aparat keamanan serta penegak hukum pun sempat terjadi.
Saat ini penyidik Polresta Barelang menetapkan 34 orang sebagai tersangka dalam kericuhan unjuk rasa penolakan relokasi 16 Kampung Tua Pulau Rempang di depan kantor BP Batam, Senin, 11 September 2023.
Sebelumnya, dalam bentrokan pada 7 September, polisi juga menetapkan 7 orang sebagai tersangka. Mereka sempat ditahan, tetapi ditangguhkan.
Melihat kondisi ini
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) & Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah selain mengecam langkah pemerintah menggusur masyarakat demi kepentingan investor, pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023, sangat memalukan.
Menurut Ridho Al Hamdi, ketua lembaga tersebut, dalam pernyataan tertulis Rabu, 13 September 2023, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyebut pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan.
Catatan Muhammadiyah
- Dalam catatan LHKP dan MHH PP Muhammadiyah, permukiman dan warga tercatat telah ada sejak 1834. Pada 2001, Pemerintah Kota Batam mengajukan pengembangan kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.
Mereka mengundang pengusaha nasional dan investor dari Malaysia serta Singapura, dengan PT MEG (grup Artha Graha milik Tommy Winata) dipilih untuk mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun,” demikian pernyataan LHKP dan MHH PP Muhammadiyah.
Pada 2007 proyek ini diketahui masyarakat dan mendapat penolakan. Kemudian Juli 2023, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan Xinyi Group dari China untuk investasi 11,5 miliar USD dalam pembangunan pabrik kaca dan solar panel di Pulau Rempang sebagai bagian dari konsep Rempang Eco-City.
“Meskipun proyek ini memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp318 triliun hingga 2080, rencana ini menyebabkan warga tergusur,” demikian butir pernyataan tersebut.
Rempang Eco-city merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) juga disebut sangat bermasalah. Payung hukumnya baru disahkan pada 28 Agustus 2023 melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023. (*)