BATAM – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) pada 6 Februari 2023 genap berusia 24 tahun. Di usia ke 24 tahun itu, seluruh anggota FSPMI turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi di depan Gedung DPRD Kota Batam, Senin (06/02/2023).
Dalam aksinya, FSPMI menuntut enam tuntutan yakni, menolak isi Perpu UU Cipta Kerja, menolak RUU omnibuslaw kesehatan, perketat pengawasan K3 di industri pertambangan dan lainnya, menuntut perlindungan buruh perkebunan, menuntut perlindungan buruh OS di perusahaan BUMN, dan menolak ERP (Electronik Road Princing).
Yafet Ramon selaku Ketua FSPMI KC Batam dengan jelas mengatakan, menolak RUU Kesehatan di mana ada revisi dalam UU BPJS tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.
“Yang membayar BPJS itu buruh, kok wakil buruh yang dikurangi. Kenapa malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi? Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR,” tegasnya di tengah aksi, Senin (06/02/2023).
Ia menjelaskan, kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan. “TOLAK! Kami menolak. Pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian. BPJS adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar, sehingga harus di bawah Presiden,” papar Ramon dalam orasinya.
Ditambahkan, FSPMI dan PB memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia).
“Untuk surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien,” ucapnya.
Tutupnya, ia juga mendasak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) agar segera disahkan, karena melihat RUU yang terkait dengan kepentingan bisnis selalu lebih cepat disahkan, dibandingkan dengan RUU PPRT yang bersifat perlindungan tapi tak kunjung disahkan.
“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat. Sedangkan yang bersifat perlindungan, seperti halnya RUU PPRT yang sudah 19 tahun, tak kunjung disahkan,” ungkap Ramon. (Dwi Septiani)