JAKARTA – Pemerintah harus berupaya menaikkan angka realisasi investasi dan juga mempercepat investasi asing masuk untuk membuka usaha di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk menerjemahkan optimisme pada kondisi perekonomian Indonesia di tengah gejolak resesi global.
“Saya kira untuk tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi, mau tidak mau investasi dari luar harus masuk ke Indonesia. Jadi saya kira fokusnya bagaimana meningkatkan investasi itu,” tegas Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi di Jakarta, Selasa (03/01/2023).
Dikatakan, struktur ekonomi Indonesia masih cukup kuat dalam menjalani tahun 2023 meski diprediksi punya banyak tantangan. Ekonomi Indonesia akan dihadapkan pada ekonomi dunia yang masih berkutat dengan proyeksi perlambatan ekonomi, ancaman krisis pangan dan energi, hingga bayang-bayang resesi global.
“Saya melihat fondasi struktur ekonomi Indonesia ini relatif kuat. Pertumbuhan ekonomi misalnya, tahun depan diperkirakan 5,2 persen, inflasi di bawah dobel digit. Artinya dengan modal seperti sekarang ini, ke depan itu saya masih yakin dan optimistis prospek ekonomi Indonesia akan sangat bagus,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan optimismenya pada kondisi perekonomian Indonesia. Demikian pula Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Mari kita sambut tahun 2023 dengan penuh rasa syukur, semangat dan optimisme untuk menjadi individu warga dan komunitas bangsa yang lebih baik, lebih sejahtera, lebih bersatu dan harmoni, serta lebih maju dan berkah,” ucap Airlangga.
Perlu Insentif Fiskal
Untuk percepatan pencapaian perekonomian nasional yang positif, menurut Fahmy, pemerintah juga perlu memberikan insentif fiskal agar lebih menarik investor. Investasi yang bisa dijadikan pilihan adalah hilirisasi tambang.
“Saya kira yang diawali Jokowi dengan melarang ekspor nikel, bauksit, ini kan butuh hilirisasi. Saya kira itu yang harus menjadi fokus, agar kebijakan pemerintah melarang ekspor bisa ditindaklanjuti untuk menambah nilai tambah,” ungkapnya.
Selain itu investasi juga mampu membuka banyak lapangan kerja. Hal itu akan sangat membantu ekonomi masyarakat. Lapangan pekerjaan bisa dibuka dalam jumlah yang besar kalau ada pabrik-pabrik yang beroperasi di Indonesia.
“Jadi investasi tadi berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, ini hal kritis yang penerintah harus memprioritaskan,” tambah Fahmy.
Sementara itu Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tahun depan berada di angka 4,5 persen. Ketangguhan ekonomi dalam negeri diuji, khususnya konsumsi masyarakat, inflasi dan iklim investasi di tahun politik 2023-2024.
“Masyarakat akan fokus dulu pemenuhan kebutuhan pokok, apalagi ada ancaman resesi global. Kinerja ekspor pun terpengaruh perlambatan di tiga kawasan utama yakni Eropa, AS dan China. Di mana realisasi investasi di tahun politik cenderung penuh tantangan terutama yang berasal dari ketidakpastian kebijakan,” terang Bhima.
Agar Indonesia tidak terseret resesi global, ia menyarankan ada beberapa hal yang bisa dilakukan. “Relaksasi pajak khususnya PPN dari 10 persen diturunkan ke 7-8 persen untuk jaga tingkat konsumsi rumah tangga dan omzet pelaku usaha khususnya ritel yang mulai pulih,” jelas Bhima.
Kemudian bansos (bantuan sosial) dan subsidi terus dilanjutkan, khususnya bagi masyarakat terdampak. “Memberikan subsidi transportasi publik dan penambahan armada secara besar-besaran agar masyarakat yang terbebani kenaikan harga BBM, bisa beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik,” ungkapnya.
Selain itu, menjelang bulan Ramadan 1444 H/2023 M pemerintah juga harus mengantisipasi harga-harga. “Memutus mata rantai pasokan pangan yang terlalu panjang, sekaligus menambah alokasi subsidi pupuk untuk mencegah volatilitas harga pangan, terutama menjelang Ramadan dan Idul Fitri 1444 H/2023 M mendatang,” pungkas Bhima. (*)