JAKARTA – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo menyampaikan pandangan terkait perdebatan sistem Pemilu, menggunakan proporsional terbuka atau tertutup. Kedua sistem tersebut disebutkan memiliki konsekuensi plus dan minus.
Dikatakan, pada sistem proporsional terbuka misalnya, sisi positifnya caleg [calon legislatif] harus bekerja keras memenangkan hati rakyat, sehingga bisa lebih mendorong kedekatan caleg dengan rakyat.
“Di sisi lain, sistem ini membuka banyak peluang money politics yang berakhir pada moral hazard, bahwa hanya mereka yang memiliki modal besar yang bisa bersaing. Sedangkan caleg berkuliatas yang tidak memiliki modal, sangat mudah tersingkirkan,” ujarnya usai menghadiri peresmian Graha Pena 98, di Kawasan Menteng Jakarta Pusat, Minggu (19/02/2023).
Lebih lanjut, begitu pun dalam sistem proporsional tertutup. Sisi positifnya, partai politik memiliki kewenangan menentukan caleg, sehingga caleg berkualitas dan kader yang telah berdarah-darah membesarkan partai dengan modal yang minimal, tetap bisa masuk ke parlemen.
“Sisi negatifnya, kedekatan caleg dengan rakyat bisa tidak menjadi kuat, karena caleg terkesan lebih “takut” terhadap partai daripada kepada rakyat,” sambung Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini yang sering dipanggil Bamsoet.
Menurutnya, agar tidak hanya berkutat pada sistem terbuka dan tertutup, ia menawarkan jalan tengah, menggunakan sistem campuran terbuka dan tertutup, sebagaimana yang dilakukan di Jerman.
Ia menjelaskan, campuran sistem terbuka dan tertutup ini pernah dibahas saat ia menjabat Ketua DPR RI pada periode 2018-2019.
“Jika bisa dielaborasi lebih jauh melibatkan para aktivis, para akademisi serta para negarawan lainnya, siapa tahu sistem campuran terbuka dan tertutup ini bisa menjadi solusi dalam mewujudkan Pemilu demokratis, yang tetap menguatkan fungsi partai politik sekaligus tetap membuat caleg dekat dengan rakyat,” terangnya.
Pena 98
Sebelumnya, ia mengapresiasi peresmian Graha Pena 98 di Jalan Hos Cokroaminoto 115, Menteng, Jakarta Pusat itu. Pena 98 merupakan singkatan dari Persatuan Nasional Aktivis 98. Setelah 25 tahun berdiri, Pena 98 akhirnya memiliki basecamp atau rumah tempat berkumpul.
“Tidak hanya sebagai tempat kumpul mempererat tali silaturahmi, Graha Pena 98 juga harus menjadi tempat melahirkan berbagai ide dan pemikiran yang tajam dari para aktivis untuk kemajuan bangsa dan negara. Khususnya dalam terlibat mempersiapkan para pemimpin dari tingkat daerah hingga nasional,” papar Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini juga mengapresiasi kriteria calon presiden yang disampakian Pena 98. Antara lain, yang mampu menjaga Pancasila, berpedoman pada UUD 1945, setia pada NKRI, menghormati keberagaman, dan merawat kebhinekaan, tidak punya rekam jejak terlibat dalam penggunaan politik identitas, serta berkomitemen melanjutkan kesinambungan program pembangunan Presiden Joko Widodo, termasuk meneruskan dan mewujudkan pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) yang saat ini gencar dilaksanakan.
“Kriteria lainnya, tidak pernah terlibat kasus korupsi, berkomitmen memperjuangkan agenda reformasi, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan mewujudkan reforma agraria serta berkomitmen melakukan upaya-upaya memperkuat ekonomi kerakyatan yang berkeadilan serta berpihak kepada rakyat,” sebut Bamsoet.
Hadir dalam acara tersebut Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto, Sekretaris Jenderal Pena 98 sekaligus Anggota DPR RI Adian Napitupulu, Wakil Ketua DPRD Kepulauan Riau sekaligus Presidium Nasional Pena 98 Rizki Faisal, serta para Presidium Nasional Pena 98 dan aktivitas Penas 98 lainnya. (*)