BATAM – Anggota komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Muhammad Yunus, menyoroti terkait polemik reklamasi dan pengerusakan hutan mangrove di Kampung Klembak, Kelurahan Batu Besar, Nongsa, Batam, Kepulaun Riau.
Meski ia setuju dengan proyek reklamasi di kawasan itu. Namun, Yunus menilai, proyek reklamasi harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak memberi dampak negatif terhadap pendapatan nelayan.
“Jangan sampai pencemarannya, abrasi dan erosi itu mengganggu nelayan sekitar,” kata Yunus, Jumat, 12 Mei 2023.
Menurutnya, proyek reklamasi sangat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Sehingga perlu adanya rencana matang agar tidak berdampak besar terhadap kerusakan lingkungan.
Ia juga menilai, kepentingan masyarakat pun harus diutamakan mengingat proyek reklamasi itu menggangu aktifitas di nelayan di sana.
“Ya memang tidak bisa menyetop pengerjaan itu. Perusahaan harus memberikan kompensasi yang layak. BP pun harus tegas PL di sana sudah sesuai belum dengan tata ruang Batam jangan sampai dikasih PL pemukiman ternyata hutan lindung,” kata dia.
Yunus pun meminta agar permasalahan ini segera diselesaikan. Pasalnya, dengan adanya proyek itu sangat mempengaruhi pendapatan para nelayan di sana. Apalagi sebagian proyek reklamasi yang dilakukan masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
“Instansi terkait harus tegas. Selama ini BP selalu mengangkangi yang namanya hutan lindung. Mereka memberikan PL ternyata pas mau di sertifikatkan hutan lindung atau kawasan mangrove,” kata dia.
Ia menuturkan, permasalah lahan bukan yang pertama kali terjadi di Batam, banyak kasus reklamasi, eksploitasi hutan lindung hingga pengerusakan magrove di Kelurahan Batu Besar Nongsa. Pihak BP Batam pun seakan tutup mata.
“Kalau berdasarkan aturan magrove yang rusak oleh perusahaan itu yang diganti. Kalau satu haktare yang diganti sama, selama ini kan tidak,” kata dia.
Sebelumnya, nelayan kampung Kelembak Kelurahan Batu Besar Nongsa, mengeluh lantaran tak bisa melaut. Pendapatan mereka berkurang akibat aktivitas reklamasi.
Salah satu nelayan, Ali mengaku menderita kerugian akibat adanya proyek reklamasi di kawasan itu. Bakau dan anak sungai yang ditimbun telah menjauhkan biota laut yang menjadi sumber kehidupan mereka.
Reklamasi yang dilakukan tak hanya ada di satu titik namun ada beberapa titik lain. Data yang diberikan Ali ada sekitar 25 anak sungai yang di timbun dan puluhan hektar hutan bakau yang rusak.
Aktivitas perusahaan pun terbilang ilegal. Sebab, kata Ali, penimbunan atau reklamasi yang dilakukan dilakukan di kawasan hutan lindung.