SURABAYA – Persoalaan krisis air minum di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) menjadi pemicu timbulnya gagasan tiga mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk membuat inovasi alat desalinasi terpadu sistem ganda atau yang disebut Anita.
Adalah Jell Hilmansyah dari Departemen Teknik Elektro, Dwi Prawira Kusuma dari Departemen Teknik Kelautan, dan Fajar Dhimas Airlangga dari Departemen Teknik Fisika.
Ketua tim penggagas Anita, Jell Hilmansyah mengungkapkan inovasi tersebut terfokus pada metode pengolahan air laut menjadi air siap minum. “Jadi dengan memanfaatkan air laut dan kabut laut sebagai sumber airnya,” ujar Jell melalui laman ITC news yang dikutip, Senin (09/01/2023).
Menurutnya, masyarakat pesisir pantai biasanya hanya menggunakan metode desalinasi guna memperoleh air bersih. Namun, dengan bimbingan dosen Ni Ketut Aryani, tim ini berhasil mengintegrasikan dua metode sekaligus guna menciptakan alat yang lebih efektif dan efisien.
“Anita dirancang dengan menggunakan metode desalinasi sekaligus kondensasi,” sebutnya.
Penjabaran Metode
Jell menjelaskan, pada metode desalinasi, air laut akan dipanaskan hingga mencapai titik didihnya. Ketika telah mencapai titik didih, air murni akan terpisah dengan zat pengotornya.
“Proses pemanasan ini dilakukan pada kompor listrik dan membutuhkan daya sebesar 620 kilowatt-jam (kWh) tiap liternya. Guna meminimalisir penggunaan daya listrik, digunakanlah panel surya sebagai salah satu sumber energinya,” terangnya.
Ditambahkan, bahwa air murni yang dihasilkan dari proses desalinasi telah memenuhi standar kualitas air minum, yakni 10 part per million (ppm). Tak hanya itu, Jell menilai, volume air yang dihasilkan sudah mencukupi kebutuhan air minum masyarakat.
“Volume yang dapat dihasilkan pada metode desalinasi ini sebesar 1,5 liter per jam dan itu mencukupi (kebutuhan masyarakat),” sambung mahasiswa angkatan 2020 ini.
Sementara, untuk memanfaatkan kabut laut menjadi air siap minum, tim penggagas Anita menerapkan metode kondensasi. Mulanya, akan dipasang jaring-jaring untuk menangkap kabut. Setelah itu, akan terjadi proses kondensasi yang membuat kabut berubah menjadi titik-titik air.
“Air yang dihasilkan sudah siap minum dan akan ditampung pada wadah yang telah disediakan,” ucap Jell.
Berkat inovasi cemerlang tersebut, Jell dan tim berhasil merebut posisi pertama pada gelaran Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2022 Politeknik Negeri Banyuwangi, beberapa waktu lalu. Ke depan, Jell dan tim berencana untuk terus mengembangkan inovasinya agar dapat digunakan secara optimal, terlebih dalam hal efektivitas dan efisiensi alat.
“Kami berharap inovasi ini tidak berhenti di sini, namun bisa terus dikembangkan dan mampu menebar kebermanfaatan bagi masyarakat,” ungkapnya. (*)