BATAM – Majels Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap terpidana kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) SMK Negeri 1 Batam, pada 17 Maret 2023 lalu.
Adalah Mantan Kepala Sekolah SMK N 1 Batam, Lea dan Bendahara Wiswirya Deni, yang sama-sama diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Terhadap Lea, amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Siti Hajar Siregar itu, juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp135 juta, sementara Wiswirya tidak.
Atas putusan tersebut, tim Kuasa Hukum Lea yang dipimpin Bobson Samsir Simbolon, menyatakan banding. Menurutnya, putusan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan. Ia menilai, perkara ini sangat dipaksakan dan sarat akan kepentingan.
“Kami menyimpulkan bahwa perkara ini dipaksakan, kesalahan yang didakwakan kepada Lea dan Wiswirya itu semua rekayasa,” kata Bobson saat ditemui di kawasan Batam Centre, Kamis (23/03/2023).
Ia menyebut, apa yang dituduhkan kepada kedua kliennya, yakni melakukan korupsi dana bos pada tahun 2017-2019 pun tidak terbukti. Bahkan, dari sudut pandangnya, dalam putusan hakim sudah dijelaskan bahwa dana bos digunakan untuk kebutuhan sekolah sesuai dengan juknis BOS.
“Itu clear semua ada dalam pertimbangan hakim. Semua dana BOS itu digunakan untuk belanja yang riil dan laporan pertanggung jawabannya sesuai dengan juknis,” terang Bobson.
Pihaknya menyayangkan putusan majelis hakim yang masih menjatuhkan hukuman satu tahun penjara. Padahal saat memutuskan hukuman, hakim mempertimbangkan segala aspek pada fakta persidangan.
Salah satunya, nilai cashback yang hakim nilai itu adalah sumbangan dari pihak lain, sementara yang sebenarnya adalah bantuan dari luar sekolah dengan nominal mencapai Rp135 juta.
Temuan hakim lainnya pada fakta persidangan, yakni pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada guru-guru SMK Negeri 1 Batam. Menunurutnya, hakim beranggapan pemberian THR ini menguntungkan para guru-guru tersebut.
“Temuan hakim itu saja. Sementara cashback itu kenapa jadi korupsi? kan aneh. Berdasarkan fakta persidangan, itu dijelaskan si toko buku menyerahkan cashback ke bendahara sekolah dan sudah diterima, tidak ada permintaan dari kepala sekolah, dan uang itu pun disimpan di brankas yang ada di ruangan kepala sekolah,” paparnya.
Setelah disimpan, lanjutnya, digunakanlah uang ini untuk kebutuhan sekolah seperti praktek sekolah, pembangunan gedung, pembuatan seragam dan lainnya. Semua itu ada di catatan bendahara.
“Sementara bendara menuliskannya dana dari kepala sekolah bukan dari cashback,” tambah dia.
Ia menekankan, hakim telah salah persepsi yang menyebut bahwa uang yang disimpan dibrangkas sekolah itu di simpan secara pribadi oleh kliennya.
“Kan tentu bertentangan dengan fakta persidangan,” imbuh Bobson.
Untuk itu, saat ini kedua kliennya mengajukan banding untuk meluruskan kekeliruan hakim.
“Sudah diputuskan satu tahun kok masih mau banding? Ini bukan masalah putusan, tapi kasus ini seperti dipaksakan. Kami menyakini klien kami tidak bersalah, sehingga kami putuskan untuk banding. Nota banding sudah kami terima,” tutupnya. (*)