JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan ada Rp800 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang hangus digarong para pemegang otoritas di negeri ini.
Ia menyebut angka ini mengacu pada data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan sejumlah ekonom di Tanah Air, bahwa ada 20-30 persen APBN yang digarong atau hangus.
Dikatakan, hangusnya dana APBN itu diduga digarong para pemegang kuasa di wilayah-wilayah hingga di pusat, baik di level lewat mekanisme election dan penunjukan.
Ghufron lalu menyebut, saat ini APBN Indonesia menyentuh angka Rp2.700 triliun. Artinya jika ada penyimpangan hingga 30 persen, akan ada Rp800 triliun yang hangus.
“Saya merunut data-data, itu 20-30 persen deviasinya (penyimpangan), baik inefektivitas maupun inefisiensi. Ada Rp800 triliun hangus dimakan penyelewengan,” kata Nurul Ghufron di saluran Youtube Akbar Faizal, dikutip Selasa, 18 April 2023.
“Begitu besar, makanya kita berharap ini harus menjadi aware dan kesadaran bersama untuk kita bersih. Bukan melemahkan KPK, tapi KPK tak akan mampu hanya sekadar menangkapi di ujungnya saja,” katanya.
Kenakalan Oknum
Soal apakah hangusnya dana APBN sekira Rp800 triliun disebabkan penyelewengan kewenangan dan sebagainya, Ghufron mengatakan itu terjadi akibat kenakalan oknum-oknum dan kelonggaran sistem. Di mana oknum personal maupun mikro saat ini telah terbentuk kesan, semua hal perlu uang.
Ia mencontohkan seorang pejabat daerah yang hendak maju akan mengeluarkan ongkos politik yang besar. Sehingga ketika menjabat, dia akan berpikir bagaimana cara mengembalikan uang-uang yang telah dikeluarkan
Hal inilah yang menurut dia sangat merisaukan. Sebab seakan-akan telah menjadi mindset hampir semua pejabat di Tanah Air.
Bahwa seakan-akan jabatan harus menghasilkan uang, bahkan kalau ada pejabat yang tak menghasilkan uang, dianggap bodoh, tak bisa kerja, naif. Ada pejabat kere langsung dicemooh ‘pejabat apa itu?’. Sekaan-akan pejabat itu orientasinya untuk mencari uang, kalau tak beruang dianggap tak bisa kerja,” kata penggagas uji materi perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lima dari sebelumnya empat tahun yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) 2023.
Rincian Penyelewengan
Wakil Ketua KPK ini lantas merinci bagaimana penyelewengan APBN dilakukan, dimulai dari hal pemilihan kepala daerah. Untuk seorang Bupati disebut harus merogoh kocek antara Rp20 hingga Rp50 miliar. Angka itu hanya berlaku untuk wilayah kabupaten kecil. Sementara untuk wilayah pusat provinsi, menelan biaya hingga Rp50 sampai Rp100 miliar.
“Untuk Gubernur lain lagi, bisa Rp100 sampai Rp200 miliar untuk provinsi biasa. Dan lebih dari setengah triliun untuk provinsi besar.”
Maka asumsinya kalau proses yang mengantarkan posisinya saja sudah full biaya, mau tak mau mereka akan cari tiga fase untuk mengisi gentong-gentong pendanaan,” tambah Ghufron.
Fase pertama yakni bagaimana caranya untuk mengembalikan biaya politik. Kedua bagaimana merawat konstituen. Dan ketiga bagaimana persiapan untuk mencalonkan kembali di periode berikutnya.
“Mau tak mau ketika duduk pasti akan berpikir untuk korupsi. Karena tak mungkin merecovery biayanya kalau tidak dengan (jalan) korupsi,” Wakil Ketua KPK menekankan. (*)