JAKARTA – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan, tingkat pengangguran dan kemiskinan Indonesia turun dan pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai 5,3 persen.
“Ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5 persen sepanjang 2022, dan diperkirakan secara year on year (yoy) bisa mencapai angka 5,3 persen. Fondasi perekonomian masih kuat. Konsumsi, investasi, dan ekspor menggerakkan perekonomian nasional,” ujar Airlangga dalam acara Pembukaan Rakornas Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), yang digelar di Gedung AA Maramis, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (26/01/2023).
Dikatakan, pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 terus berlanjut, konsolidasi fiskal berjalan lebih cepat dari target perkiraan dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah kembali ke bawah 3 persen, dari Produk Domestik Bruto (PDB) yakni 2,38 persen dari PDB.
Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut, tingkat pengangguran menurun menjadi 5,8 persen pada Agustus 2022 dan penurunan kemiskinan menjadi 9,54 persen pada Maret 2022.
Sedikit Tumbuh
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menuturkan, dari pencapaian tersebut lembaganya memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan sedikit tumbuh.
“Proyeksinya ekonomi tahun ini masih bisa tumbuh di atas 4,7 persen,” ucapnya, Kamis (26/01/2023).
Menurutnya, faktor pelemahan ada pada perlambatan ekspor karena dampak potensi resesi ekonomi global.
Selain itu, harga komoditas yang mulai mengalami moderasi dan konsumsi masyarakat. Namun kita masih optimis karena masyarakat mulai bergerak, setelah pembatasan sosial dicabut.
“Begitu ekonomi mulai bergerak lagi, pekerja yang tadinya dirumahkan dan di PHK mendapat panggilan kerja kembali. Contohnya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif mulai bergeliat kembali, pembukaan lowongan kerja. Kalau kesempatan kerja naik, maka angka kemiskinan bisa ditekan,” ungkap Bhima.
Meski sempat melemah daya beli masyarakat, namun ekonomi domestik Indonesia adalah blessing is disguise.
“Indonesia punya blessing in disguise di tengah tekanan resesi global. Pertama, pasar domestik besar apalagi ada 190 juta usia produktif. Kedua, UKM cukup berkontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja dan hanya 18 persen UMKM yang berorientasi ekspor menjadi lebih imun dari melemahnya geliat ekonomi di negara tujuan ekspor,” Bhima menguraikan.
Untuk itu, agar perekonomian nasional semakin menggeliat, ia menyarankan perlunya stimulus dari pemerintah pada awal 2023, seperti relaksasi pajak, pembukaan kesempatan kerja yang lebih besar, dan kecepatan serapan belanja anggaran di pusat dan daerah.
Lanjutkan Bansos
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Jakarta, Trubus Rahadiansyah menilai penurunan kemiskinan itu lebih disebabkan adanya bantuan sosial (bansos) dari pemerintah untuk masyarakat dibanding pembukaan lapangan kerja baru.
“Kalau penurunan itu, menurut saya karena bansos. Kalau lapangan kerja malah agak kontraproduktif karena selama ini penciptaan lapangan kerja lemah, tetapi untuk sektor pertanian dan perkebunan naik,” tegasnya.
Ia berpendapat, selama pandemi para pekerja pabrik kembali ke desa untuk bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan UMKM.
Untuk itu, Trubus menyarankan agar pemerintah memprioritaskan sektor tersebut untuk mengantisipasi ancaman krisis global.
“Ke depan, pemerintah harus mendorong sektor pertanian dan perkebunan untuk menjadi tumpuan, dan jadi prioritas dalam hal pembangunan, pertumbuhan ekonomi,” paparnya.
Trubus menambahkan bansos memang tetap menjadi andalan, meski penciptaan lapangan pekerjaan baru juga sangat mendesak. Pemerintah harus menyadari sektor yang aman dan potensial dari gerusan krisis global seperti perkebunan, pertanian, UMKM, koperasi, dan teknologi.
“Tapi kalau sektor industri manufaktur, saya rasa agak berat,” sambungnya.
Ia juga menilai, bansos akan berfungsi untuk menggerakkan ekonomi di level masyarakat bawah, sehingga konsumsi dalam negeri bisa tetap terjaga.
Kendati demikian, pemerintah juga diminta untuk melakukan perbaikan tata kelola, evaluasi dan pengawasan penyaluran bansos.
“Bansos tetap jalan, mengapa? Karena bansos menjadi tumpuan bagi masyarakat bawah, sekaligus menggerakkan ekonomi di bawah,” pungkasnya. (*)