JAKARTA — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, tengah serius membenahi lembaga-lembaga dana pensiun di lingkungan BUMN, agar tidak terjadi permasalahan yang berulang.
Di mana, sebelumnya ia sempat mengunkapkan laporan yang diterimanya terkait Dana Pensiun BUMN, bahwa sebesar 65 persen dana pensiun di perusahaan milik negara bermasalah. Hanya 35 persen saja perusahaan BUMN yang mampu mengelola dana pensiunnya dengan baik.
“Saya mau bersih-bersih, mumpung masih ada waktu,” ucap Erick dikutip dari Bisnis, Kamis (12/01/2023).
Untuk itu, ia mengumpulkan 41 direksi dari lembaga dana pensiun di lingkungan BUMN, guna mengingatkan agar tidak terulangnya kasus Asabri dan Jiwasraya, pada Rabu malam (11/01/2023).
“Saya mengingatkan agar para direksi mewarisi kebaikan bukan malah meninggalkan masalah, seperti yang telah terjadi dengan Asabri dan Jiwasraya,” tegasnya dihadapan para direksi lembaga dana pensiun BUMN itu.
Dia kembali menekankan, pencegahan korupsi yang terbaik, harus dimulai dari orang dalam. “Dari awal, saya memiliki kesepakatan dengan KPK, dan kita juga memproses hukum di Kejaksaan,” lugas Erick.
Lebih lanjut, Erick merasa para direksi penting untuk datang karena ingin menekankan pada mereka dua hal, pertama adalah pencegahan korupsi dan kedua, perbaikan sistem.
Menurutnya, kedua hal ini perlu untuk memperkuat Transformasi BUMN yang dalam tiga tahun terakhir terbukti membawa BUMN ke jalan yang lebih baik. Perbaikan positif ini terlihat dari beberapa indikator seperti pertumbuhan aset, ekuitas, pendapatan usaha, dan laba bersih yang terus meningkat.
“Dengan sistem yang baik dan insan BUMN yang bertanggung jawab, BUMN bisa terus memaksimalkan pelayanan bagi masyarakat dan berkontribusi untuk negara,” terangnya.
Kehadiran para direksi itu juga ditekankan untuk menyadari bahwa Indonesia kini sedang berusaha menarik kepercayaan investor. Ia juga menyebutkan, saat ini dana pensiun BUMN tidak dapat lagi dikelola seperti dulu yang cenderung tidak transparan, akuntabel dan sering bocor.
“Track record-nya sudah ada, jika ada aset yang hilang, investasi yang dimainkan atau dana yang dikorupsi. Sekarang saya bekerja sama dengan BPKP untuk menyusun blacklist. Siapa saja direksi yang korup, akan masuk daftar ini. Dan yang bisa mencabut dari blacklist hanya Presiden RI. Kita baru selesai dengan Asabri dan Jiwasraya,” tutup Erick dengan tegas. (*)