JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengungkap alasan perbedaan waktu Lebaran dengan Pemerintah Indonesia yang merujuk pada Nahdlatul Ulama atau NU.
Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah I Abdul Mukti menyampaikan, pada dasarnya perbedaan jatuhnya 1 Syawal atau Lebaran bukan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah atau NU, melainkan dari jenis metode melihat hilal atau bulan.
“Perbedaan waktu Idulfitri bukan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tetapi antara umat Islam yang menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal dengan imkanur ru’yah,” ujarnya seperti dikutip dalam akun Twitter @Abe_Mukti, Rabu (19/4/2023).
Untuk itu ia meminta masyarakat, agar tidak terpecah belah dengan perbedaan ini dan memberikan pemahaman bahwa perbedaan yang terjadi berdasarkan metode saja.
Terkait perbedaan yang terjadi, Muhammadiyah akan merayakan Hari Raya Idulfitri pada Jumat, 21 April 2023 dengan tidak melakukan open house untuk menghormati umat Islam yang merayakan Idulfitri pada Sabtu, 22 April 2023.
“Mari membuka wawasan. Mari bina dan perkuat persatuan. Persatuan bukan penyeragaman, tapi penerimaan atas perbedaan,” lanjutnya.
Metode Muhammadiyah
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, diketahui pihaknya menggunakan hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal, yakni Matahari terbenam lebih dahulu daripada Bulan walau hanya berjarak satu menit atau kurang.
Ide ini berasal dari pakar falak Muhammadiyah Wardan Diponingrat, yang tidak hanya dipahami berdasarkan pada QS Yasin ayat 39-40, melainkan juga menggunakan perangkat lain seperti hadis dan konsep fikih lainnya serta dibantu ilmu astronomi.
Sementara itu, rukyatul hilal merupakan pengamatan atau observasi terhadap hilal. Hilal merupakan lengkungan bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati.
Penentuan 1 Syawal ada yang disesuaikan dengan hasil rukyat, sebagaimana memahami teks hadis. Pemantauan ini apabila tak berhasil, maka yang terjadi harus ikmal/istikmal (genapkan umur bulan berjalan menjadi 30 hari) apapun keadaannya.
Namun ada pula yang memahami bahwa rukyat secara mutlak bisa digantikan hisab falakiyah, bahkan sekalipun hilal dipastikan belum terbentuk. (*)