JAKARTA – Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) tepatnya dalam pasal 49 menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberi wewenang khusus sebagai lembaga satu-satunya yang melakukan penyidikan tidak pidana di sektor jasa keuangan.
“Yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan,” tertulis dalam Pasal 49 ayat 1, dikutip dari UU PPSK, Jumat (06/01/2023).
Dalam UU PPSK itu, diatur lima hal yang sangat krusial bagi reformasi sektor keuangan. Pertama penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan dengan tetap memperhatikan indepedensi, dan kedua penguatan tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik.
Sementara ketiga, mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan, dan keempat perlindungan konsumen. Serta kelima literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, ada sejumlah indikator yang memperlihatkan urgensi reformasi sektor keuangan Indonesia, yaitu tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, terbatasnya instrumen keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau. Ditambah kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.
Menurutnya, indikator-indikator itu adalah penyebab dangkalnya sektor keuangan Indonesia. Akibatnya, sektor keuangan Indonesia belum memenuhi kebutuhan perekonomian nasional yang besar secara mandiri. Khususnya, apabila dihubungkan dengan visi Indonesia Emas di 2045.
Kebutuhan reformasi juga muncul seiring timbulnya berbagai risiko baru di sektor keuangan seperti pandemi, geopolitik, teknologi dan perubahan iklim. Karena itu, Sri Mulyani melihat momentum reformasi sektor keuangan Indonesia melalui UU PPSK akan menguatkan sistem keuangan dalam menghadapi berbagai skenario global.
“Hal itu sejalan dengan apa yang sudah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah dan DPR melalui UU Bank Indonesia, UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan kini UU PPSK,” terang Sri Mulyani dalam keterangan tertulis saat disahkannya UU PPSK, Desember 2022 lalu.
Ia juga mengatakan, kini Indonesia telah bergerak maju menuntaskan salah satu agenda reformasi sektor keuangan, yang merupakan hal penting bagi kemajuan bangsa dan negara. Terlebih reformasi ini merupakan prasyarat utama untuk membangun perekonomian Indonesia yang dinamis, kokoh, mandiri, sustainable, dan berkeadilan.
Kebutuhan reformasi juga muncul seiring timbulnya berbagai risiko baru di sektor keuangan seperti pandemi, geopolitik, teknologi dan perubahan iklim. “Momentum reformasi sektor keuangan Indonesia melalui UU PPSK ini juga akan menguatkan sistem keuangan dalam menghadapi berbagai skenario global,” tuturnya. (*)