BATAM – Serikat buruh atau pekerja yang ada di Batam akan menggelar aksi, menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Cipta Kerja atau Perpu Ciptaker di depan Kantor Wali Kota Batam, Jumat (13/01/2023) ini. Hal tersebut diungkapkan Ketua KC FSPMI Batam, Yafet Ramon melalui panggilan seluler, Selasa (10/01/2023).
Ia menyebutkan, aksi akan dimulai pukul 08.00 WIB sampai dengan selesai bersama dengan koalisi rakyat Batam yang terdiri dari FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia), FSP TSK SPSI (Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit), Farkes KSPI (Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan), FSP LOMENIK SPSI dan SPRM.
“Aksi ini bertujuan untuk membahas isi dari Perpu Ciptaker yang kami nilai belum mengakomodir apa yang menjadi tujuan buruh untuk hidup layak,” ujar Ramon.
Disebutkan, ada tiga hal yang menjadi poin tuntutan terkait hubungan kerja, terkait upah, dan jaminanan sosial. Menurutnya, secara perundang-undangan artinya omnibus law itu sudah diganti dengan Perpu Ciptaker, namun setelah dipelajari dari isi perpu tersebut masih sama dengan omnibus law.
“Seperti terkait hubungan kerja, di situ ada kerja tertentu, kerja kontrak, pekerja permanen dan jasa outsourcing. Artinya di sini khususnya untuk perpu itu murni melegalkan outsourcing dan kontrak berulang-ulang tanpa batas waktu. Jadi ini kami nilai masih belum bisa kami terima,” terang Ramon.
Yang kedua terkait upah minimun, bahwasanya Gubernur dapat menetapkan upah minimum. “Artinya di sini dia bisa juga tidak dapat menetapkan. Jadi ketegasan di dalam perpu ini belum mengakomodir apa yang menjadi tujuan agar buruh hidup layak. Seharusnyakan Gubernur itu wajib menetapkan upah minimum bukan dapat,” lanjutnya.
Yang ketiga terkait jaminan sosial, contohnya PHK di dalam Perpu Ciptaker masih mengaborsi UU omnibus law di mana PHK itu dipermudah. “Seharusnya PHK itu kan ada dua. Yang pertama karena karyawan atau buruh meninggal, dan yang kedua habis perjanjian kerjanya. Tapi dalam hal ini Perpu masih mengadopsi omnibus law sehingga PHK dipermudah. Seperti contohnya alasan efisiensi atau mengalami kerugian,” papar Ramon.
Harapan yang diinginkan para buruh itu sendiri adalah terkait tentang jaminan hubungan kerja, upah dan hubungan sosial agar kembali lagi kepada pasal Undang-undang nomor 13.
“Terkait jaminan hubungan pekerjaan jangan sampai ada outsourcing di dalam perusahaan. Mengenai jaminan upah itu harus dibayar dan jaminan sosial, agar tidak ada PHK yang dipermudah, harus melalui jalur pengadilan,” tutupnya. (Dwi Septiani)