BATAM – Kapal isap timah Lucky Star 1618 eks Lucky Star 168 yang kini terparkir di perairan Belakangpadang menjadi polemik bagi beberapa pengusaha kapal di Kota Batam.
Salah satunya, Umar Faruq. ia bersama penasihat hukumnya mengadukan adanya kebohongan dalam proses pengurusan dokumen kapal tersebut ke Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau (Kepri).
Ketua Tim Penasihat Hukum Umar Faruq, Parningotan Malau, mengatakan, aduan tersebut terkait ada keterangan tidak benar yang diberikan oleh seorang warga negara asing (WNA) asal Malaysia, Sin Hoe Ong yang mengaku sebagai perwakilan dari pihak Owner kapal Lucky Star 168.
“Awalnya, Sin Hoe Ong menyatakan bahwa belum pernah terikat dengan pihak lain dalam pengurusan dokumen kapal Lucky Star 168 yang akan diurus oleh klien kami [Umar Faruq],” kata Parningotan, Rabu, 26 Juli 2023.
Namun, tim dari kliennya yang dipimpin oleh Edi Purwanto, menemukan fakta bahwa sebelumnya dokumen kapal tersebut telah diserahkan kepada pihak lain, yakni Syamsul, rekan lama Triyono yang merupakan Direktur Utama PT Osean Teknindo Berjaya selaku penanggung jawab sekaligus pemilik Lucky Star 1618.
Temuan ini dinilai Parningotan menjadi salah satu alasan lambatnya proses pengurusan dokumen dan lamanya kapal tersebut didatangkan dari Hainan, China, ke perairan Indonesia oleh pihak Umar Faruq.
Parningotan menjelaskan, kliennya Umar Faruq, menyerahkan pengurusan kapal Lucky Star 1618 tersebut kepada Edi Purwanto. Kliennya menilai, Edi merupakan orang yang memahami terkait dokumen perkapalan dan izin pertambangan, dan juga memiliki perusahaan yang bergerak dalam bidang keagenan kapal.
“Klien kami minta Edi Purwanto memberikan estimasi biaya pengurusan dokumen kapal dan izin pertambangan, dengan rincian, untuk jasa pengurusan dokumen perkapalan lebih kurang Rp650 juta dan untuk jasa izin pertambangan sekitar Rp350 juta,” kata dia.
Setelah mendapat estimasi biaya pengurusan, kliennya dan Josephine membuat penawaran kepada Ong Sing Hoe sebesar Rp1.4 miliar, dengan rincian, ada pengurusan dokumen perkapalan lebih kurang Rp883 juta dan jasa izin pertambangan sekitar Rp500 juta.
“Penawaran tersebut diterima dan disetujui [Ong Sing Hoe],” kata dia.
Kliennya pun mentransfer uang kurang lebih Rp900 juta untuk kepengurusan dokumen kapal dan perizinan pertambangan. “Dana ini juga mengalir kepada Josephine lebih Rp60 juta, dan ke Triyono Rp6 juta, untuk sebagai tiket pesawat ke Batam, pada sekitar bulan Oktober 2022,” kata dia.
Namun, kliennya dianggap lambat dalam kepengurusan kapal tersebut dan akhirnya dilaporkan ke pihak kepolisian dengan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan.
“Akibatnya, pengurusan dokumen dialihkan kepada pihak lain,” kata dia.
Kepemilikan Ganda Lucky Star 1618
Parningotan menilai ada yang menarik perhatian dalam kasus ini, yakni adanya kepemilikan ganda atas kapal isap timah Lucky Star 1618 eks Lucky Star 168. Berdasarkan dokumen yang ada, kapal ini dijual oleh pemilik awal, Wuxi Ruifing Marine Propulsion Co.Ltd, kepada PT Ocean Teknindo Berjaya melalui Memorandum of Agreement yang diwakili oleh Xue Jun, Manging Director, serta Bill of Sale pada 7 Desember 2020 seharga USD4.900.000.
“Namun, dokumen “Surat Keterangan Pendaftaran Sementara” dari Republik Sierra Leone menyatakan bahwa pemilik kapal isap timah Lucky Star 1618 eks Lucky Star 168 adalah PT Osean Tiller Berjaya, sebuah Perusahaan Modal Asing (PMA), dengan Ong Eng Kai, anak dari Sin Hoe Ong, sebagai salah satu Pemegang Saham, dan Triyono sebagai Direktur Utama PT Ocean Teknindo Berjaya,” kata dia.
Menurutnya, jika melihat rangkaian informasi, peristiwa, dan dokumen yang ada, terdapat dugaan adanya penyelundupan hukum untuk memperkaya orang perseorangan, pengurus korporasi, maupun korporasi itu sendiri.
Parningotan berharap, Polda Kepri dan berbagai instansi terkait, termasuk Kementerian Perhubungan, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Tanjung Balai Karimun, Bea Cukai, Kantor Pajak, dan lainnya, dapat melakukan investigasi lebih lanjut untuk menelusuri dan mengkaji kembali dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh berbagai pihak, terutama dalam konteks melibatkan Warga Negara Asing.
“Kepentingan dari investigasi ini adalah untuk mencegah kerugian negara, terutama karena kapal itu direncanakan akan dioperasikan untuk usaha pertambangan timah di perairan Indonesia. Semua pihak yang terlibat dalam proses ini perlu bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata dia.