JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melakukan transformasi penegakan hukum, salah satunya di bidang lalu lintas dengan penerapan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik.
Penerapan ETLE ini merupakan salah satu program prioritas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, guna meminimalisir penyimpangan anggota di lapangan dalam proses penegakan hukum berupa penilangan.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, sudah 34 Kepolisian Daerah (Polda) dan 119 Kepolisian Resor (Polres) yang sudah menerapkan sistem ETLE dalam proses penegakan hukum di bidang lalu lintas.
Dari 34 Polda, tercatat ada 295 kamera ETLE statis dan 794 kamera ETLE handheld. Sementara ETLE mobile on board sebanyak 63 dan ETLE portable ada 7.
“Empat Polda dengan kamera ETLE yang tergelar sampai tingkat Polres yaitu Polda Metro Jaya, Polda Jateng, Polda Jatim dan Polda Sumsel,” ujar Dedi dalam keterangan resminya, Jumat (17/02/2023).
Dalam penerapan penindakannya, ia menuturkan bahwa hingga Desember 2022, ada 42.852.990 kendaraan yang ter-capture kamera ETLE.
Dari angka tersebut, sudah ada 1.716.453 yang sudah tervalidasi datanya oleh petugas back office dan sudah diteruskan dalam bentuk kirim surat konfirmasi kepada pemilik kendaraan.
Kemudian, sudah ada 636.239 data yang terkonfirmasi melakukan pelanggaran. Adapun proses konfirmasi terkendala dengan alamat pemilik kendaraan tidak valid, dan tidak ada tracking pengiriman surat konfirmasi.
Sementara dari data di atas, sudah ada 268.216 terbayar usai pemilik kendaraan terkonfirmasi dan diberikan blanko tilang serta kode bayar.
Dijelaskan, penerapan sistem ETLE mengurangi sentuhan langsung antara petugas dan pelanggar. Di mana pelanggaran yang dilakukan pengendara berawal dari tertangkapnya kendaraan pelanggar melalui kamera ETLE.
Kemudian petugas back office melakukan verifikasi dan mengirimkan surat konfirmasi pelanggaran ke pelanggar melalui Pos Indonesia.
Pelanggar bisa mengonfirmasi melalui web service atau datang ke posko. Setelah itu, pelanggar diberikan kode pembayaran tilang melalui sms atau email untuk dibayarkan melalui bank.
“Semua mekanisme yang ada mengurangi interaksi langsung antara petugas dan pelanggar. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi suap ataupun bentuk pelanggaran lainnya,” terang Dedi.
Namun dengan tegas Dedi menyampaikan, jika ditemukan adanya petugas yang terbukti melakukan pungli, maka akan ditindak tegas berupa sanksi, baik itu sanksi disiplin, sanksi kode etik hingga pidana.
Di samping itu, ia menyadari masih banyak kendala dan hambatan dalam penerapan ETLE. Seperti anggaran pengiriman surat konfirmasi yang terbatas, mekanisme blokir ETLE yang masih manual, anggaran pengembangan ETLE Korlantas Polri yang belum optimal, hingga SDM ETLE yang terbatas.
“Meskipun begitu Polri akan berusaha maksimal guna menerapkan transformasi digital di bidang lalu lintas untuk melayani masyarakat,” ungkapnya.
Adapun beberapa upaya yang dilakukan Polri agar penerapan ETLE berjalan maksimal yakni, penguatan back office ETLE di 34 Polda, melaksanakan pemeliharaan dan perawatan sistem ETLE di 34 Polda, pengadaan anggaran pengiriman surat konfirmasi untuk 34 Polda, pelatihan petugas ETLE dari 34 Polda, dan pengadaan tambahan perangkat ETLE untuk 34 Polda.
Lalu, melakukan otomatisasi mekanisme blokir ETLE yang terkoneksi dengan aplikasi ERI, dan sertifikasi petugas penindak pelanggaran lalu lintas secara berkelanjutan untuk 34 Polda.
“Semua perbaikan yang dilakukan ini agar masyarakat tertib dalam berkendara di jalanan dan mengurangi risiko angka kecelakaan,” pungkas Dedi. (*)