JAKARTA – Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kurun 2020-2022 mengendus dugaan adanya aksi pencucian uang (money laundry), yang dilakukan 12 koperasi simpan pinjam. Besaran dugaan pencucian uang tersebut mencapai angka Rp500 triliun.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengungkapkan hal tersebut, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/02/2023).
Dikatakan, PPATK telah menelaah praktik model pencucian uang lewat koperasi jauh sebelum kasus Indosurya mencuat ke publik.
Ivan mengungkapkan, PPATK sudah mengantongi 21 data hasil analisis terkait 11 kasus dugaan tindak pidana pencucian uang lewat koperasi, termasuk di dalamnya kasus Indosurya.
“Jadi artinya, kita melihat bahwa potensi kerugian bukan potensi ya, dana yang dihimpun oleh koperasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang itu besar,” lugasnya.
Menyinggung soal kasus Indosurya, Ivan mengungkapkan, pihaknya sempat bekerja sama dengan Kejaksaan. Ia mengakui sempat beberapa kali mengirim data ke Kejaksaan dan mendapati dugaan tindak pidana pencucian uang oleh koperasi itu.
Menurutnya, Indosurya menjalankan sistem koperasi dengan menunggu modal baru masuk. Kesimpulan ini tercatat lewat beberapa dana nasabah yang ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi.
“Kami sudah beberapa kali mengirimkan hasil analisis kepada Kejaksaan terkait kasus Indosurya. Artinya dari perspektif PPATK memang terjadi pencucian uang,” tegas Ivan.
Sudah Diperiksa
Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya telah diperiksa di Pengadilan, pada Desember 2022 dengan terdakwa Henry yang merugikan korban Rp 106 triliun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mengungkapkan, akan mengutamakan kepentingan korban, pengembalian dana atau uang korban yang telah digelapkan KSP Indosurya.
Hingga saat ini, jaksa sudah menyita sekitar Rp2,7 triliun aset Indosurya. Bahkan, terbaru jaksa mengajukan lagi penyitaan tambahan aset Indosurya kepada majelis hakim dan hanya dikabulkan sebagian seperti benda bergerak milik Indosurya.
Soal kesungguhan jaksa itu sebelumnya, juga disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana. Dalam keterangannya, Fadil memastikan jaksa melindungi korban Indosurya yang mencapai sekitar 23 ribu orang dengan kerugian berdasarkan laporan hasil analisis PPATK mencapai Rp 106 triliun.
Itu sebabnya, jaksa secara sungguh-sungguh menuntut Henry, dan berupaya mengembalikan kerugian korban lewat penyitaan aset-aset milik Indosurya. (*)