BATAM – Kasus perundungan atau bullying salah satu siswi yang tengah ramai dibicarakan di Batam, masih bergulir di ranah hukum hingga terjadinya aksi saling lapor. Di mana sebelumnya, SI yang disebut sebagai korban perundungan di SMK Satu Bangsa Harmoni Batam, melalui orang tuanya melaporkan dua guru berinisial AH dan S yang disebut sebagai pelaku perundungan.
Tidak terima atas pelaporan itu, salah satu guru terlapor yakni AH yang diketahui bernama Abi Hamdani, kembali melaporkan orang tua SI atas tindakan intimidasi.
“Saya sebagai tenaga pendidik, tidak melakukan seperti apa yang dilaporkan dan diberitakan oleh media massa saat ini. Saya benar-benar bekerja secara profesional di lingkungan sekolah,” ujar Abi saat didampingi kuasa hukumnya usai membuat laporan di Propam Polda Kepri, Rabu (18/01/2023).
Ia menjelaskan, awal perkara bermula dari salah satu rekannya sesama guru berinisial G, yang kini telah keluar dari sekolah karena mendapat pekerjaan baru. Namun ia melihat, beberapa siswa yang merupakan teman sekelas SI, menduga-duga bahwa penyebab guru tersebut keluar akibat permasalahan yang sebelumnya terjadi antara guru G dengan wali SI.
“Saya yang mengajar untuk menggantikan rekan saya itu, berkali-kali menjelaskan kepada siswa bahwa dugaan itu tidak benar sama sekali. Tapi kini saya yang disebut sebagai pihak yang memicu [perundungan],” terangnya.
Padahal, lanjut dia, tindakan maupun ucapan yang dilakukannya sebagai guru terutama saat di dalam kelas ditujukan untuk ke seluruh siswa yang ada di ruangan kelas.
Di sisi lain, ia juga mengaku pernah menegur SI karena mendapati SI menyontek di dalam kelas. “Saya memang pernah menegur SI karena kecurangan yang dilakukannya. Saya sempat bilang ‘kalau begini terus saya tidak bisa memberikan izin PKL sebagai siswi SMK’. Namun teguran itu juga berlaku untuk semua siswa yang ada di ruangan kelas,” beber Abi.
Pasca teguran itulah, ia dipanggil pihak sekolah untuk bertemu dengan wali SI sebagai proses mediasi. “Saya cukup tertekan, karena saat itu orang tua SI menggunakan seragam lengkap dan membawa senpi [senjata api]. Tindakan tersebut jelas mengintimidasi kami sebagai warga sipil, dengan membawa senpi ke dalam sekolah. Maka itu saya membuat laporan ke Polda,” paparnya.
Di tengah proses mediasi itu juga, sambung Abi, ia berulang kali meminta maaf kepada wali SI meski tidak merasa melakukan perbuatan sebagaimana dituduhkan terhadapnya.
“Selama mediasi, saya terus meminta maaf jika memang saya dianggap salah. Tapi itikad saya itu tidak pernah disambut baik, malah sampai saya dilaporkan ke polisi. Tentu itu membuat tidak tenang saya dan istri,” ungkap Abi. (*)