JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, bahwa masing-masing negara memiliki komitmen untuk mengurangi emisi CO2 yang kaitannya dalam menangani perubahan iklim melalui Nationally Determined Contribution (NDC).
Dijelaskan, NDC adalah dokumen yang memuat komitmen dan aksi iklim sebuah negara yang dikomunikasikan kepada dunia, melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
“Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN juga berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2. Bahkan komitmen kontribusi determinan nasional kita yang baru-baru ini diumumkan sebelumnya 29 persen pengurangan CO2, sekarang ditingkatkan menjadi 31,89 persen,” terang Sri Mulyani dalam acara Ministerial Fireside Chat Seminar on Financing Transition in ASEAN, kemarin, di Bali.
Jika menggunakan upaya dan sumber daya sendiri, lanjutnya, dan jika digabungkan dengan upaya serta dukungan global, Indonesia meningkat dari 41 persen pengurangan CO2 menjadi 43,2 persen pada tahun 2060 mendatang.
Ia menambahkan, komitmen tersebut telah diterjemahkan menjadi program, kebijakan, bahkan ke dalam proyek. Indonesia memperkirakan kebutuhan pembiayaan terkait upaya penanganan perubahan iklim sekitar USD281 miliar.
“Bagian terbesar dari pembiayaan ini ada pada sektor energi, terkait untuk transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Itulah mengapa, dalam Presidensi G20 tahun lalu, Indonesia sudah mengumumkan platform (energy transition mechanism) yang telah dikembangkan dengan dukungan ADB. “Dan sekarang kami menerima banyak dukungan internasional juga,” sambung Menkeu.
Ditegaskannya, bahwa Indonesia melakukan upaya dalam penanganan perubahan iklim secara komprehensif. Selain melalui transisi penggunaan energi, Pemerintah Indonesia juga mengesahkan regulasi yang di dalamnya mengatur mengenai pembentukan pasar karbon, dan memperkenalkan pajak karbon.
Pemerintah juga menggunakan regulasi fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan pengecualian PPN atau bea masuk untuk semua yang terkait dengan sektor energi terbarukan, dan pada upaya penghentian penggunaan batubara.
“Kami mencoba mengatasi masalah ini melalui semua mekanisme yang ada seperti regulasi, instrumen, kolaborasi serta mekanisme pasar dan non-pasar,” sebutnya. (*)