BATAM – Rencana impor ikan Benggol dan Mata Besar oleh Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), dinilai sebagai kebijakan yang dapat berdampak buruk bagi nelayan yang menangkap jenis ikan tersebut.
Hal itu disampaikan Pengamat dan tokoh nelayan muda Kepri, Eko Fitriandi, yang ditemui Rabu (22/02/2023).
“Terkait impor, tentu akan berdampak. Misalnya ikannya tidak laku, dan tidak terbeli. Bisa-bisa pelaku usaha akan mengutang ke nelayan,” ujar Eko.
Ia menjelaskan, nelayan yang menangkap ikan Benggol dan Mata Besar merupakan nelayan buruh yang sangat bergantung pada penjualan setiap harinya.
Terlebih, ia menemukan stok ikan Benggol dan Mata Besar masih melimpah ruah. Oleh karena itu, menurutnya kebijakan impor ikan tersebut tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
“Kalau tetap dipaksakan, akan ada aksi-aksi penolakan pastinya. Seperti audensi dengan pihak-pihak terkait. Karena kita harus utamakan dulu nelayan lokal agar ekonominya terbangun,” terangnya.
Eko menilai, kebijakan impor ikan Benggol dan Mata Besar dapat menyebabkan nelayan mengalami kerugian finansial yang signifikan.
“Saya harap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi nelayan sebelum membuat keputusan,” tegas Eko.
Terpisah, penolakan wacana impor ikan bagi Batam, juga datang dari Ketua Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin usai melakukan sidak gudang ikan Hasil Laut Sejati di Jembatan II Barelang, Selasa (21/02/2023) kemarin.
Dari hasil sidak diketahui, stok ikan laut di gudang tersebut mencapai ribuan ton. “Rencana impor Pemko Batam maupun Pemprov saya tolak, karena kita sudah melihat stok ikan cukup melimpah,” ucap Wahyu.
Bahkan, lanjutnya, ini tidak cukup sampai stok ikan di gudang saja, karena dalam waktu dekat nelayan akan melaut dan kembali lagi membawa hasil tangkapannya.
“Dengan demikian, tidak perlu khawatir mengenai ketersediaan ikan,” imbuhnya.
Selain di Batam, Wahyu juga menanyakan stok ikan baik di Tanjungpinang dan Bintan. Diketahui stok ikan relatif banyak, mencapai kurang lebih 400-1.000 ton untuk bulan ini.
Untuk itu, ia berujar wacana impor ikan ini sangat aneh. Wilayah Kepri yang terdiri dari 98 persen berupa lautan, bahkan seharusnya pemerintah melakukan ekspor.
Menurutnya, jika impor ikan dilaksanakan maka akan sangat terdampak pada nelayan di Kepri maupun Batam.
“Bisa dibayangkan, mereka sudah lelah melaut, begitu ikannya dibawa ke darat, rupanya tidak laku, kan kasihan,” ungkap Wahyu.
Di sisi lain, hal yang perlu diperhatikan juga kualitas ikan yang diimpor tersebut. Karena dengan perjalanan ikan menuju ke Kepri, sudah berapa lama di dalam freezer dan mengandung formalin atau tidak.
“Tidak ada jaminan. Sedangkan di gudang ini, nelayan membawa ikannya dari laut langsung dibawa ke gudang dan dimasukkan ke dalam freezer, baru kemudia didistribusikan ke pasar-pasar yang ada di Batam,” jelasnya.
Hal yang menggelitik bagi Wahyu, bahwa negara-negara lain seperti Thailand, Vietnam bahkan Tiongkok mengimpor ikan dari Kepri. Namun mengapa bisa muncul wacana impor tersebut.
“Ikan dari kita, balik lagi ke kita,” sindirnya. (*)