BATAM – Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Pelayanan SPAM Batam yang digelar Komisi III DPRD Batam pada Senin (06/02/2023) lalu, mengundang tanggapan dari Anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Sembiring.
Yang mana, hasil dari RDP ini menyimpulkan bahwa permasalahan air yang selama ini menghantui masyarakat adalah karena instalasi pengolahan air yang sudah lama, sehingga berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas air, maka diperlukannya pembangunan dan penggantian terhadap instalasi air itu sendiri.
Thomas menyoroti permasalahan pelayanan air bersih yang dikelola Operator SPAM Batam ini, dengan memberikan solusi untuk mendirikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sudahi bekerja sama dengan perusahaan swasta.
“Kemarin kan sudah cukup aset negara kita diswastanisasikan, apakah selama 25 tahun itu masih kurang? Sekarang, seluruh instruksi-instruksi terkait ini diaktifkan untuk merestorasi sebagai solusi terhadap persoalan air, dengan mengajukan kepada Pemerintah Kota Batam untuk pengolahan air yang ada di Batam melalui PDAM,” terang Thomas, yang ditemui Rabu (08/02/2023).
Ia menilai, daerah lain saja mampu mensejahterakan masyarakatnya melalui PDAM. “Saya rasa Batam juga mampu melakukan itu, melihat dari potensi Batam dan berkaca kepada Palembang yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak,” ujarnya.
Menurutnya, tidak ada hal lain yg menjadi solusi terbaik bagi pelayanan air di Batam selain mendirikan PDAM dan membangkitkan BUMD yang ada di Batam.
“Jika masih tetap ada campur tangan perusahaan swasta, ini apakah ada udang di balik kontrak?,” imbuh Thomas.
Politisi PDI Perjuangan itu melanjutkan, jika PDAM didirikan akan memiliki dampak yang positif salah satunya dapat membuka lapangan pekerjaan bagi pengangguran yang ada di Batam.
“PDAM jika dibangun akan menyerap setidaknya 300 tenaga kerja. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pengurangan angka pengangguran di Batam, karena perusahaan daerah ini jika terbangun nanti akan membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu, Pemerintah juga memiliki income langsung dan tidak ada yang dibagi dengan perusahaan swasta,” jelasnya.
Thomas kembali menyinggung pemadaman air yang terjadi beberapa waktu lalu, yang memakan waktu tiga hari lamanya hingga sejumlah masyarakat terpaksa menggunakan air dari kubangan galian tambang pasir.
“Berapa besar kerugian yang dialami masyarakat saat pemadaman air itu terjadi. Contohnya saja yang memiliki usaha kecil yang membutuhkan banyak air seperti laundry atau car wash. Jika sehari bisa dapat omzet Rp3 juta, berarti 3 hari sudah rugi Rp9 juta. Lalu, siapa yang tanggung jawab?,” tutur pria kelahiran Lhokseumawe itu.
Ia menegaskan, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 (3), bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan juga merujuk pada Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen nomor 8 bahwa konsumen berhak mendapatkan kompensasi dari kerugian yang mereka terima.
“Artinya, jika tidak ada kompensasi dari pihak SPAM Batam [BP Batam] terhadap masyrakat, berarti bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen, dan masyarakat berhak menuntut itu. Karena kembali lagi ke acuan dasar kita ya UUD 45 dan sila ke 5 Pancasila,” tutupnya. (Pidi Yanti)