JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mendorong pengembangan hilirisasi Liquified Petroleum Gas (LPG) di dalam negeri. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah menekan impor yang cukup tinggi.
Ia merinci kebutuhan LPG nasional saat ini mencapai 7 juta ton per tahun. Namun dari kebutuhan tersebut, produksi dalam negeri hanya mampu di level 1,8 juta ton per tahun.
“Gas kita LPG konsumsi 7 juta, dalam negeri hanya 1,8 juta produksi kita. Sisanya kita impor, kenapa negara ini gini terus? Apa gak bisa kita bangun industri itu, atau sengaja dibiarkan untuk importir main terus,” ungkap Bahlil tak mampu sembunyikan keterkejutannya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa, 27 Agustus 2024.
Oleh sebab itu, pihaknya telah mengidentifikasi lapangan-lapangan migas dalam negeri yang masih mempunyai sumber gas dengan kandungan campuran Propane (C3) dan Butane (C4). Khususnya yang dapat dijadikan sebagai produk LPG.
“Kedepan, gas-gas yang muncul di tahun 2025-2026 yang c3-c4 kita akan bangun industri hilirisasi untuk membuat ketahanan energi kita. Agar LPG kita bisa kita bangun dalam negeri,” ungkapnya.
Keuangan Berat
Diketahui, ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG dari tahun ke tahun rupanya semakin parah. Hal tersebut tentunya membuat beban keuangan negara semakin berat.
Berdasarkan data dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023, impor LPG sepanjang 2023 tembus 6,950 juta ton atau sekitar 79,7% dari total kebutuhan LPG nasional sebesar 8,710 juta ton.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan 3,13% dibandingkan realisasi impor LPG 2022 yang tercatat hanya 6,739 juta ton.
Adapun jika menengok dalam 10 tahun terakhir, impor LPG RI terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. (*)