JAKARTA – Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang mendadak mengundurkan diri sebagai Ketua Umum (Ketum) Golkar, telah menarik perhatian publik. Kepada Tempo, lebih dari tujuh pengurus Partai Golkar dalam kesempatan berbeda menceritakan kronologi di balik pengunduran diri Airlangga.
Mereka mengungkapkan bahwa sebelum memilih mundur, Airlangga menerima surat pemanggilan dari Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya periode 2021-2022 di Kementerian Perdagangan.
Pemeriksaan Menteri Perindustrian periode 2016-2019 itu di Kejagung dijadwalkan Selasa, 13 Agustus 2024. “Airlangga diminta hadir pada Selasa besok,” kata seorang pengurus Golkar, Minggu, 11 Agustus 2024.
Pengurus Golkar lainnya menyebut, bahwa Airlangga diancam dengan penggeledahan dan penjemputan paksa, jika tidak segera mengajukan surat pengunduran diri pada Sabtu, 10 Agustus 2024. Mereka juga menyebut pemanggilan Airlangga pada hari Selasa masih berada dalam status sebagai saksi.
“Kejaksaan Agung mengirim surat hari Sabtu. Sorenya, (Airlangga) diperintahkan buat video pengunduran diri. Kalau enggak, nanti rumahnya digeledah, (Airlangga) langsung dibawa. Makanya, Sabtu malam mau-enggak-mau buat surat pengunduran diri,” ujar pengurus Golkar tersebut.
Peran Airlangga
Sebelumnya pada 15 Juni 2023, Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan yaitu Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup, sebagai tersangka dalam kasus korupsi CPO. Penetapan ini dilakukan setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 5-8 tahun penjara kepada lima terdakwa. Vonis tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap di tingkat kasasi.
Adapun kelima terdakwa tersebut adalah, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley M.A; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Berdasarkan laporan utama Majalah Tempo berjudul ” Tergelincir Minyak Sawit” edisi Juli 2023, Airlangga Hartarto terseret kasus korupsi minyak sawit melalui keterlibatan Lin Che Wei. Pria berusia 54 tahun itu merupakan anggota tim asistensi Airlangga di bidang pangan dan pertanian.
Lin Che Wei sering menyebut nama Airlangga dan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam penanganan kasus kelangkaan minyak goreng.
Walhasil, penyidik Kejaksaan Agung mulai menelusuri peran Airlangga dan Lutfi dalam kebijakan minyak goreng serta penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), lembaga yang Airlangga pimpin.
Dari hasil pemeriksaan Lin Che Wei pada 13 Juni 2022, Airlangga diperkirakan berperan mempengaruhi sejumlah kebijakan kelangkaan minyak goreng yang menguntungkan perusahaan kelapa sawit. Sementara itu, Lutfi menjadi pelapis Airlangga dalam mengambil kebijakan.
Sering Komunikasi
Selain itu, Lin Che Wei mengaku sering berkomunikasi dengan Airlangga perihal masalah minyak goreng. Pada 27 Januari 2022, misalnya, Airlangga memintanya untuk membuat presentasi tentang distribusi minyak goreng dan kebutuhan dana BPDPKS.
Ia juga melaporkan hasil rapat dengan pengusaha kelapa sawit yang membahas kelangkaan minyak goreng.
Pertemuan BPDPKS, termasuk rapat dengan empat pengusaha kelapa sawit besar, di mana Airlangga memutuskan menyalurkan subsidi Rp7 triliun, juga dihadirinya.
Meski jaksa belum menemukan Airlangga mendapatkan keuntungan finansial dari menjanjikan dalam kasus ini, kebijakan-kebijakannya cenderung menguntungkan pengusaha sawit.
Negara Rugi
Kapuspenkum Kejagung saat itu, Ketut Sumedana mengatakan, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat kasus tersebut.
Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng, sehingga terjadi penurunan masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng.
“Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun,” kata Ketut pada 2023.
Kejaksaan Agung kemudian memanggil dan memeriksa Airlangga Hartarto pada Senin, 24 Juli 2023 sebagai saksi terkait dugaan korupsi ekspor CPO tahun 2021-2022. Pemanggilan itu sejatinya dilakukan pada Selasa, 18 Juli 2023. Namun, saat itu Airlangga berhalangan hadir hingga dijadwalkan pemanggilan ulang.
Pemeriksaan Airlangga berlangsung di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung selama kurang lebih 12 jam, mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Selama proses pemeriksaan, Airlangga dicecar sebanyak 46 pertanyaan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidum) Kejagung.
Respons Kejagung
Di tengah kegaduhan mundurnya Airlangga sebagai Ketum Golkar, mencuat kabar bahwa ia akan diperiksa kembali dalam kasus korupsi minyak goreng. Meski begitu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung atau Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengaku belum mengetahui isu terbitnya Surat Perintah Penyidikan atau sprindik baru kepada Airlangga.
“Kami belum ada info soal itu,” ujar Harli saat dihubungi pada Senin, 12 Agustus 2024.
Ia mengaku tidak tahu apakah Airlangga sudah diperiksa pada Jumat, 9 Agustus 2024. Termasuk soal informasi Kejagung sudah melakukan gelar perkara untuk menetapkan Airlangga sebagai tersangka dalam kasus ini. Harli menyatakan, Kejagung akan segera menyampaikan perkembangan tentang pemanggilan Airlangga. “Jika ada perkembangan soal pemanggilan akan kami infokan,” katanya.
Ia juga membantah ada motif politik di balik pemanggilan Airlangga tersebut.
Menurut dia, pemeriksaan kasus Airlangga merupakan upaya penegakan hukum yang bebas dari intervensi politik. “Penanganan perkara juga tidak berkaitan dengan kepentingan politik, melainkan murni penegakan hukum,” ujar dia. (*)