JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan ALW Direktur Operasional PT Timah Tbk. menjadi tersangka. Peningkatan status hukum tersebut kelanjutan dari pengusutan perkara korupsi penambangan mineral timah di lokasi Uzin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. 2015-2023 di wilayah produksi Provinsi Bangka Belitung yang diduga dilakukan secara berjamaah.
Hasil penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait kasus ini, sampai Jumat, 8 Maret 2024 sudah menetapkan total 14 orang tersangka. “Tim penyidik Jampidsus kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni inisial ALW selaku Direktur Operasional PT Timah Tbk periode 2017, 2018, dan 2021,” ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, kepada pers Jumat, 8 Maret 2024 di Kantor Kejaksaan Agung.
Selain menjabat sebagai direktur operasional, ALW, juga pernah menjabat Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk. 2019-2020.
Kuntadi menjelaskan, penetapan ALW sebagai tersangka dilakukan pada Kamis, 7 Maret 2024.
Direksi PT Timah Tbk. ini semula diperiksa sebagai saksi. Namun adanya kecukupan alat bukti dan kesaksian, penyidik akhirnya bisa menetapkannya tersangka.
Dari penyidikan, kata Kuntadi, peran ALW dalam kasus ini terkait dengan jabatannya selaku Direktur Operasional PT Timah Tbk 2017.
Dikatakan, pada 2018, ALW bersama Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk. 2016, Mochtar Riza Pahlevi (MRPT) dan Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Timah Tbk. 2017, Emil Emindra (EE) mengajukan penawaran kepada perusahaan-perusahaan penambangan timah swasta.
Dari penawaran tersebut, kata Kuntadi, dibuat kerja sama untuk melakukan penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk. Dasar penawaran dan kerja sama, karena produksi bijih timah yang dihasilkan badan usaha negara ini, lebih rendah dibandingkan dengan hasil penambangan ilegal perusahaan-perusahaan pemilik smelter swasta.
Selain hal tersebut, juga diakibatkan masifnya penambangan-penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk. “Atas kondisi tersebut (masifnya penambangan liar) ALW, MRPT, dan EE yang seharusnya melakukan penindakan terhadap kompetitor, justru, menawarkan kepada pemilik smelter untuk bekerja sama, dengan membeli hasil penambangan ilegal mereka,” Kuntadi menjelaskan.
Diketahui, nilai pembelian hasil tambang ilegal tersebut, pun dengan harga yang merugikan PT Timah Tbk. sebagai perusahaan negara. “Dan juga tanpa melalui kajian terlebih dahulu,” ujar Kuntadi.
Dibuat Kontrak
Selanjutnya diungkapkan, untuk ‘membungkus’ kerja sama dengan perusahaan-perusahaan swasta yang melakukan penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk tersebut, ALW bersama-sama MRPT dan EE membuat kontrak perjanjian.
“Yaitu dengan seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para pengusaha smelter,” ujar Kuntadi.
Sebelum menetapkan ALW sebagai tersangka, pada Rabu, 21 Februari 2024 lalu, tim penyidik Jampidsus sudah terlebih dahulu menetapkan MRPT, dan EE sebagai tersangka dari PT Timah Tbk. Adapun para tersangka lainnya dari kalangan swasta, juga sudah diumumkan ke publik sejak Januari-Februari 2024 lalu.
Para tersangka korupsi berjamaah tersebut adalah, Suwito Gunawan (SG) Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa dan MB Gunawan (MBG), Direktur PT Stanindo Inti Perkasa.
Kemudian Hasan Tjhie (HT) selaku Dirut CV Venus Inti Perkasa (VIP); Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan komisaris CV VIP.
Tersangka lain adalah Robert Indarto (RI) Direktur Utama (Dirut) PT SBS dan Tamron alias Aon (TN) pemilik manfaat atau benefit official ownership CV VIP. Tersangka Achmad Albani (AA) selaku manager operational CV VIP.
Kejagung juga sudah menetapkan Suparta (SP) Dirut PT Rafined Bangka Tin (RBT) dan Reza Andriansyah (RA) Direktur Pengembangan PT RBT, serta Rosalina (RL) General Menager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) masing-masing menjadi tersangka.
Semua tersangka tersebut dijerat dengan sangkaan yang sama. Yakni Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan Toni Tamsil (TT) paling awal ditetapkan tersangka pada Selasa, 30 Januari 2024, terkait penyidikan kasus ini, diduga melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ), Pasal 21 UU Tipikor.
Dalam penyidikan korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk ini, Jampidsus-Kejakgung sudah mengantungi nilai kerugian negara sementara. Namun penyidik belum mengumumkannya.
Sedangkan dari penghitungan yang dilakukan Tim Ahli Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar), kerugian kerusakan lingkungan dan ekologi akibat aktivitas pertambangan timah ilegal tersebut mencapai Rp271 Triliun. Perkiraan nilai tersebut dalam penyidikan bisa dimasukkan kategori kerugian perekonomian negara. (*)