JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan “dosa” yang dilakukan mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Lembong hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus impor gula.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menuturkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) itu menyalahgunakan wewenang dalam menangani kebijakan importasi gula tahun 2015-2016.
“Menteri Perdagangan yaitu saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” ujar Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa, 29 Oktober dilansir cnnindonesia.com.
Dijelaskan, sesuai keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 257 Tahun 2014, yang diperbolehkan melakukan impor gula kristal putih adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Akan tetapi, Tom Lembong disebut justru memberikan persetujuan ke perusahaan swasta, melakukan impor.
“Dan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” Abdul Qohar menambahkan.
Kemudian TTL pada 28 Desember 2015 lakukan rakor yang dihadiri jajaran di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Salah satu pembahasannya, Indonesia pada tahun 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton.
Pada bulan November sampai Desember 2015, lanjut Abdul Qohar, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan staf senior manajer bahan pokok perusahaan, atas nama P, untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
“Padahal, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, seharusnya yang diimpor adalah gula putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN,” imbuhnya.
Gula Rafinasi
Abdul Qohar mengungkapkan, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih tersebut sebenarnya adalah gula kristal rafinasi, yang diperuntukkan untuk industri makanan, minuman dan farmasi.
“Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal senyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya, dengan harga Rp26 Ribu per kilogram, lebih tinggi dari HET (Harga Eceran Tertinggi) saat itu Rp13 Ribu per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar,” tutur Abdul Qohar.
PT PPI juga diduga mendapatkan fee Rp105 per kilogram, dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah gula rafinasi.
Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sejumlah Rp400 miliar.
Tom Lembong dan tersangka CS disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Keduanya langsung ditahan untuk waktu 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba. (*)