JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tak mempermasalahkan somasi soal Pembatalan Seleksi Penjabat Kepala Daerah, Imbas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Somasi dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) kepada Mendagri Tito Karnavian terkait pembatalan proses seleksi Pj sejumlah kepala daerah seiring dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 143/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Desember 2023.
Staf Khusus Bidang Politik dan Media Mendagri, Kastorius Sinaga, menjelaskan, pihaknya mengirimkan surat Mendagri kepada sejumlah kepala daerah yang terdampak putusan MK tersebut. Surat tersebut, sebagai tindak lanjut putusan MK yang sifatnya final serta mengikat.
“Bagi kami Kemendagri, tak ada masalah bila terdapat pihak melayangkan somasi terhadap langkah Kemendagri yang mengirimkan surat kepada sejumlah (49) daerah yang terdampak putusan MK143 tentang PJ,” katanya saat dihubungi media, Selasa, 2 Januari 2024.
“Surat Mendagri No 100.2.1.3/7543/SJ tersebut merupakan tindak lanjut yang harus diambil oleh pemerintah, dalam hal ini Kemendagri, terhadap putusan MK. Dalam sistem hukum kita, putusan MK bersifat final dan mengikat dan perlu dilaksanakan,” ujarnya.
Lebih lanjut Kastorius menjelaskan surat Mendagri tersebut berupa pemberitahuan kepada para kepala daerah beserta DPRD untuk mengikuti putusan MK. Oleh sebab itu ia meyakini bahwa pemerintah daerah memahami secara jelas putusan tersebut beserta langkah Kemendagri.
“Surat Mendagri tersebut menegaskan adanya norma baru dari Putusan MK atas Pasal 201 (5) UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang harus diikuti bersama,” jelasnya.
Di sisi lain, Kastorius memastikan pihaknya akan menyiapkan jawaban komprehensif menjawab somasi tersebut.
Proses Seleksi Batal
Sebelumnya, sejumlah advokat yang tergabung dalam TPDI dan Perekat Nusantara melayangkan somasi kepada Mendagri Tito Karnavian. Mereka memprotes sikap Mendagri yang membatalkan proses seleksi Pj sejumlah kepala daerah seiring terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 143/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Desember 2023.
“Somasi ini disampaikan karena ternyata Mendagri sudah mengeluarkan Surat Edaran No 100.2.1.3/7543/SJ, tanggal 28 Desember 2023, untuk melaksanakan Putusan MK No 143/PUU-XXI/2023, tanggal 21 Desember 2023, berupa menghentikan proses seleksi Pjs Gubernur, Bupati dan Wali Kota sebagai pengganti Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang masa baktinya akan berakhir pada Desember 2023,” kata Koordinator TPDI dan Perekat Nusantara Petrus Selestinus saat ditemui di kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa, 2 Januari 2024.
Dijelaskan, melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 143/PUU-XXI/2023 pada 21 Desember 2023, MK mengabulkan gugatan soal masa jabatan terpotong yang sebelumnya dilayangkan sejumlah kepala daerah. Para kepala daerah terdiri dari Wagub Jatim Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada. Para pemohon merasa dirugikan karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada 2023, padahal pemohon belum genap lima tahun menjabat sejak dilantik.
Kemudian, pada 28 Desember 2023, Mendagri langsung menindaklanjuti putusan MK dengan menerbitkan surat bernomor 100.2.1.3/7543. Sikap inilah yang disorot Petrus dkk.
“Mendagri dinilai proaktif dan tidak netral bahkan diduga ikut mendesain proses perkara Uji Materiil Perkara No.143/PUU-XXI/2023 di MK demi kepentingan elektoral Pilpres 2024,” tegasnya.
Permohonan Bupati Ditolak
Petrus kemudian menyoroti putusan MK Nomor 62/PPU-XXI/2023 tanggal 31 Juli 2023 yang menolak permohonan uji materiil pasal serupa.
Saat itu, gugatan diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Bupati Kepulauan Talaud Elly Engelbert Lasut dan Wabup Moktar Arunde Parapaga.
“Oleh karena itu, Mendagri diminta tidak boleh mengeksekusi putusan MK ini, karena Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023, tanggal 31 Juli 2023 telah memperkuat Ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada dengan menolak permohonan uji materi Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, sementara pada Putusan MK No 143/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Desember 2023, MK dalam putusannya, menyatakan ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat dan seterusnya, sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan dalam pemerintahan dan membingungkan sehingga sulit untuk dilaksanakan,” tegasnya.(*)