JAKARTA – Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Ahmad Yani menyatakan negara merugi sekitar Rp40 triliun per tahun, akibat beroperasinya truk kelebihan muat atau ODOL ( Over Dimension and Over Loading ). Pertanyaannya, mengapa truk ODOL masih terus ada?
“Kerugian rupiahnya pernah dipresentasikan sampai Rp40 triliun per tahun rata-rata, tapi nanti bisa ditanyakan ke teman-teman Balai Jalan atau PU, tapi sekitar itu. Dengan uang segitu kan kita bisa membangun jalan lebih banyak, sayang Rp40 triliun itu setiap tahun kita sia-sia hanya untuk pemeliharaan,” katanya saat di Hotel Patra Semarang, Selasa, 6 Februari 2024 seperti dilansir detikom.
Diungkapkan, belum lagi, kerugian lain yang ditimbulkan bila truk tersebut mengalami kecelakaan. Sebab angka kecelakaan yang timbul akibat truk ODOL cukup besar.
“Sebenarnya ujungnya adalah safety, keselamatan. Karena saat ini kejadian-kejadian kecelakaan cukup tinggi, dua bulan ini mulai Desember, Januari di mana kejadian cukup besar kejadian yang dilakukan angkutan barang adalah ODOL,” jelasnya.
Jembatan Timbang
Diakui bahwa penindakan yang selama ini dilakukan melalui jembatan timbang tidak efektif. Jembatan timbang hanya bisa memeriksa lima sampai 10 persen truk saja yang melintas.
“Nggak mungkin kalau (truk) masuk semua, pasti terjadi kemacetan. Lima sampai 10 persen lah, tapi kalau dihitung rata-rata lima persen secara nasional, dan itu kita tindak,” Ahmad Yani menekankan.
Selain penindakan, dia berpendapat, juga harus ada kebijakan lintas sektor, salah satunya memperbaiki alur logistik perdagangan. Dengan begitu, kemungkinan 50 persen truk yang beredar akan berkurang.
Di Jateng sendiri ada 141.197 kendaraan yang diperiksa pada tahun 2023, sebanyak 9.453 dinyatakan sebagai ODOL. Kepala BPTD Kelas II Jateng, Ardono menyebut berbagai kendala dalam melakukan penindakan.
“Kita enggak optimal, pertama keterbatasan SDM, terutama ya orangnya kurang sehingga tidak full 24 jam, jadi paling banter itu 12 jam (operasional) jembatan timbang,” katanya.
Selain itu, truk biasanya enggan diperiksa dan memilih parkir hingga jam operasional tutup. Terkadang, jembatan timbang terpaksa menutup operasional agar truk mau lewat.
“Juga ketika kita operasi, mohon maaf ya itu tidak mau jalan tidak mau lewat sampai kita tutup tiga jam. Itu kita ngoyak-ngoyak , juga nggak boleh jadi memang tidak efektif,” tambahnya.
Meski begitu, pihaknya tetap berupaya dalam melakukan penindakan dengan tilang atau menahan truk sebagai efek jera. Selain itu, memberi sanksi kepada pemilik armada juga terus dilakukan.
“Denda, akhir-akhir ini karena tahun politik denda untuk menjaga kondusifitas, dulu langsung muatan kita tahan sampai datang kendaraan untuk bagi dua,” ujarnya.(*)