JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan, biaya pokok produksi beras di tingkat petani semakin meningkat. Hal itu, berpengaruh pada harga jual bahan pangan utama ini di pasaran.
Ia memandang, kondisi tersebut menjadi salah satu faktor sulitnya menurunkan harga beras. Di samping itu, harga beras di dunia juga sedang mengalami tren kenaikan.
“Terkait harga beras nantinya, variabel cost sudah mengalami kenaikan, mulai dari pupuk, harian orang kerja, BBM, dan unsur produksi lainnya. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Lihat saja harga beras di luar negeri sudah menyentuh USD650-670 per metrik ton,” kata Arief dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 24 Februari 2024.
Dijelaskan, atas kondisi-kondisi tadi, cukup sulit untuk harga beras segera turun. Apalagi jika dibandingkan dengan harga beras sekitar 2-3 tahun lalu. Namun, satu hal yang dipastikannya adalah stok yang kita miliki cukup.
Pada proses penyerapan itu, pihaknya tengah bersiap menghadapi panen raya beras. Nantinya, Perum Bulog akan menyerap hasil panen petani dalam negeri.
Proyeksi BPS
Proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Maret mendatang produksi beras dapat mencapai 3,51 juta ton dengan luas panen 1,15 juta hektare.
“Sekarang fokus kita dalam menghadapi panen nanti adalah bagaimana tetap menjaga harga di tingkat petani agar tidak jatuh. Harga beras hari ini tentu karena NTPP (Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan) saat ini sangat baik, di angka 116,16,” ujar Arief Prasetyo Adi.
“Saat panen mulai naik, harga di petani kita akan jaga agar tidak sampai jatuh terlalu dalam. Ini merupakan tugas National Food Agency (NFA) dalam menjaga keseimbangan dari hulu sampai hilir, di mana petani senang dan semangat menanam, lalu penggiling dapat pasokan GKP (Gabah Kering Panen) serta masyarakat juga bisa membeli beras dengan harga baik,” sambungnya.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) ini membantah penyaluran bantuan pangan beras membuat sebaran beras menipis di pasaran. Dia menegaskan bantuan pangan beras ini mencakup hampir sepertiga jumlah populasi Indonesia.
Disebutkan, bantuan pangan beras disalurkan kepada 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Dia mengasumsikan ada empat orang dalam satu keluarga, maka, total yang menerima beras ditaksir sebanyak 89 juta orang.
“Program bantuan pangan beras ini, memang harus dilaksanakan oleh negara kepada 22 juta KPM tiap bulannya. Dengan ini, sedikit banyak dapat menahan demand masyarakat terhadap konsumsi beras,” kata Arief.
“22 juta KPM itu kalau secara individu sampai sekitar 89 juta atau artinya hampir sepertiga rakyat Indonesia yang diberikan beras gratis oleh pemerintah,” ujarnya.
Stok Tak Terganggu
Dia menegaskan, dengan permintaan yang menurun tadi, stok beras di pasar seharusnya tidak terganggu, karena sejumlah masyarakat sudah mendapat bantuan gratis. Dengan demikian, dia membantah hal itu jadi penyebab beras langka di pasaran.
“Jadi tidak benar bahwa penyaluran banpang ini malah akan dapat sebabkan keterbatasan beras di pasar. Pemerintah komitmen menggencarkan melalui berbagai program demi ketersediaan stok pangan strategis di masyarakat. Kita sama-sama nantikan produksi beras nasional yang terus diakselerasi oleh teman-teman di Kementerian Pertanian,” urainya.
Diketahui, hingga 9 Februari, stok beras secara nasional yang dikelola Perum Bulog mencapai 1,4 juta ton. Penyerapan beras yang bersumber dari petani dalam negeri di tahun ini realisasinya telah menyentuh angka 107 ribu ton. Sementara untuk stok Cadangan Beras Pemerintah Daerah (CBPP) hingga minggu kedua Februari, total secara keseluruhan terdapat 7,5 ribu ton. (*)