JAKARTA – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo menyoroti kenaikan persentase remaja usia 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali.
Diungkapkan, bahwa persentase remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual pranikah ada di angka 59 persen. Sedangkan pada remaja laki-laki 74 persen.
“Menikahnya rata-rata (usia) 22 tahun, tetapi hubungan seksnya 15-19 tahun, jadi perzinahan kita meningkat. Ini pekerjaan rumah untuk kita semua,” ucap Hasto dikutip CNN Indonesia dari Antaranews, Senin, 11 Maret 2024.
Pada laman Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) disebutkan, terdapat empat faktor menyebabkan kondisi seperti ini bisa terjadi. Mulai dari faktor sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, psikologis, dan biologis.
Dikatakan, misalnya sebagai contoh faktor sosial ekonomi, hal ini berkaitan erat dengan kemiskinan, pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan soal perkembangan seksual dan proses reproduksi. Sedangkan pada faktor psikologi juga dapat disebabkan karena permasalahan dalam keluarga, hingga berdampak pada kesehatan mental remaja.
Selain itu, informasi global atau paparan media audio dan visual yang semakin mudah diakses, dipercaya juga memicu anak dan remaja mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat. Pada akhirnya, kondisi ini dapat ‘mempercepat’ usia awal seksual aktif serta mengantarkan remaja pada kebiasaan perilaku seksual yang berisiko tinggi.
Jadi Bahaya
Hal ini menjadi bahaya lantaran memang cenderung remaja tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas.
Ada berbagai dampak yang bisa muncul apabila mengabaikan persoalan kesehatan reproduksi. Beberapa di antaranya, kehamilan tidak diinginkan, aborsi, pernikahan dini, infeksi menular seksual, hingga HIV-AIDS.
Menurut Kemenkes, diperlukan peran banyak pihak untuk mengatasi permasalahan ini. Langkah yang bisa dilakukan dapat berupa edukasi soal perawatan organ reproduksi, edukasi soal pubertas, pengetahuan dampak pornografi, hingga edukasi terkait kehamilan tidak diinginkan, aborsi, hingga risiko penyakit menular seksual.
“Karena kalau pengetahuannya belum banyak bisa bahaya, kalau kawin terlalu muda, kanker mulut rahimnya berisiko tinggi,” ucap Hasto menambahkan. (*).