JAKARTA – Lebih dari seratus guru honorer di DKI Jakarta diberhentikan melalui kebijakan ‘cleansing‘. Salah seorang di antaranya biasa disapa Ara (28 tahun) bahkan diputus kontrak mengajar secara lisan.
Kisah nelangsa pemecatan ini dirangkum detikcom, Rabu, 17 Juli 2024, diawali pernyataan dari Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri, mengungkapkan ada 107 guru honorer di DKI Jakarta terkena ‘cleansing honorer‘. Ia pun menceritakan kronologi pemutusan kontrak para guru honorer tersebut.
“Pada 5 Juli, hari Jumat. Itu ada guru anggota kami P2G di Jakarta mendapat pesan WhatsApp dari kepala sekolahnya, bahwa sekolah itu sudah tidak menerima (pengajar) honorer lagi. Si guru ini dinyatakan tidak bisa ngajar lagi kira-kira gitu, cuma bahasanya halus,” kata Iman saat dihubungi, Selasa, 16 Juli 2024.
“Dia dibilang sudah tidak bisa mengajar lagi, di hari pertama tahun ajaran baru tersebut, plus diberikan broadcast dari kepala sekolah tersebut kepada guru honorer. Setelah diumumkan mereka tidak boleh lagi mengajar, mereka disuruh mengisi formulir cleansing tersebut. Ibaratnya kayak ditembak, disuruh gali kuburan sendiri,” sambungnya.
Secara Lisan
Kisah Ara lebih miris. Ia menjadi satu di antara seratus lebih guru honorer yang dipecat karena kebijakan cleansing. Dia mengaku diputus kontrak secara lisan oleh pihak sekolah di Jakarta Barat.
Perempuan yang mengajar Bahasa Inggris itu dipanggil pihak sekolah pada Mei lalu. Kemudian kepala sekolah secara lisan menyampaikan diberhentikan dari tugas mengajar di sekolah tersebut.
“Orang baru cleansing ini pas tanggal 8 Juli, kalau saya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) masuk bulan Mei. Tiba-tiba datang diminta sama kepala sekolah saya, saya sudah nggak di sana lagi. Jadi sebenarnya kalau orang-orang baru kena sekarang, saya sudah dari awal dan itu kebijakan dari kepala sekolah,” Ara mengungkapkan saat dihubungi, Rabu, 17 Juli 2024.
“Lisan saja, nggak ada surat, nggak ada apa pun gitu,” lanjutnya lirih.
Dapodik Nonaktif
Ia mengatakan pemberhentian itu merupakan kebijakan sekolahnya. Setelah adanya pemberhentian itu, Ara mengaku Data Pokok Pendidikan atau Dapodik miliknya sudah dinonaktifkan.
Dapodik merupakan sistem pendataan skala nasional yang terpadu dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, bagian dari program perencanaan pendidikan nasional.
“Saya langsung keluar hari itu juga dan terus saya sudah dapat (mengajar) di SD di Kedoya Utara, nah dari kepala sekolah yang baru bilang Dapodiknya jangan di- off-kan dulu, karena dia nggak bisa narik data saya. Terus saya izin ke kepala sekolah saya yang sekolah pertama, dia mengizinkan tidak di- off -kan. Tapi pas saya cek itu Dapodik, saya sudah dinonaktifkan sama operator,” ungkapnya.
Ia sudah sempat menghubungi pihak terkait untuk meminta mengaktifkan Dapodik-nya, tapi tak ada respons baik.
“Memang salah saya apa? Pokoknya saya chat panjang ke operator terus dia (hanya) jawab ‘amin’, abis itu nomor saya diblokir sama operator saya itu. Terus saya bingung kan Dapodik nggak bisa ditarik di (sekolah) negeri, saya melamar di swasta,” ujarnya.
“Saya jelaskan Dapodik saya sudah nggak aktif, jadi saya dilema banget sekarang di swasta nggak bisa, takut PPPK, kalau di negeri Dapodik saya dimatikan, benar-benar menghambat banget sih sebenernya,” keluhnya.
Ia berharap Dinas Pendidikan DKI Jakarta dapat mengaktifkan kembali Dapodik-nya. “Kalau bisa Dapodik saya dibuka lagi supaya saya bisa berjuang lagi tahun ini, kalau misalnya akhir tahun ini saya nggak dapet juga, ya saya nggak apa, ikhlas di swasta.
Lakukan Penataan
Sementara itu Plt. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin menyebut pihaknya tak memecat guru honorer, karena kebijakan pada satuan pendidikan negeri. Ia mengatakan pihaknya sedang melakukan penataan.
“Bukan dipecat, kami melakukan penataan dan penertiban dalam rangka agar para guru itu benar-benar tertib,” katanya saat konferensi pers di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli 2024.
Dikatakan, Dinas Pendidikan mengangkat guru honorer dengan seleksi berdasarkan Persesjen Kemdikbud No. P1 Tahun 2018 (pasal 5) dengan persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh kepala dinas. Sementara itu, ratusan guru honorer yang terputus kontrak kerjanya itu diangkat oleh kepala sekolah tanpa seleksi.
“Kondisinya adalah guru honorer ini, mereka diangkat oleh kepala sekolah, dibayar dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tanpa seleksi yang jelas,” ungkapnya.
Karena itu, kata Budi, pengangkatan tersebut tidak sesuai ketentuan dan tidak sesuai kebutuhan. “Kami sudah informasikan dari jauh hari ya dari 2017 dan bahkan 2022 pun kami informasikan jangan mengangkat guru honorer,” paparnya.
Meski sudah diimbau, ia menuturkan, masih banyak ditemukan guru honorer yang bekerja berdasarkan pengangkatan dari kepala sekolah dan digaji dari dana BOS.
Syarat Dapat Honor
Ia menjelaskan bahwa dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2022 Pasal 40 (4), guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan berstatus bukan ASN, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.
“Dalam Permendikbud, dana BOS itu guru yang dibiayai dana BOS ada empat kriteria. Pertama, mereka bukan ASN, kedua mereka terdata di dalam Dapodik, ketiga, mereka mempunyai NUPTK, dan keempat tidak ada tunjangan gurunya. Nah dari keempat tersebut ada dua yang tidak dimiliki kan, yaitu mereka tidak terdata dalam data Dapodik dan mereka tidak mempunyai NUPTK,” ujarnya. (*)